Senin, 23 Maret 2015

NHP (Hernia Nukleus Pulposus )

NHP ( Hernia Nukleus Pulposus  )

BAB I
PENDAHULUAN
      A.    Latar Belakang
Nyeri pungung bawah merupakan suatu keluhan yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bagi penderitanya. Salah satu penyebab terjadinya nyeri pinggang bagian bawah adalah hernia nucleus pulsosus (HNP), yang sebagian besar kasusnya terjadi pada segmen lumbal. Nyeri punggung bawah merupakan salah satu penyakit yang sering di jumpai masyarakat.
Nyeri penggung bawah dapat mengenai siapa saja, tanpa mengenal jenis umur dan jenis kelami. Sekitar 60-80 % dari seluruh penduduk dunia pernah mengalami paling tidak satu episode nyeri punggung bawah selama hidupnya. Kelompok studi nyeri (pokdi nyeri) PORDOSSI (Persatuan dokter spesialis saraf Indonesia) melakukan penelitian pada bulan mei 2002 di 14 rumah sakit pendidikan, dengan hasilmenunjukan bahwa kejadian nyeri punggung bawah meliputi 18,37 % di sluruh kasus nyeri ditangani.
Nyeri pinggang bawah hanyalah merupakan suatu symptom gejala, maka yang terpenting adalah mengetahui factor penyebabnya agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada dasarnya timbulnya rasa sakit tersebut karena tekanan susunan saraf tepi daerah pinggang. Jepitan pada saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya. Maka dari itu, dibutuhkan asuhan keperawatan HNP yang sesuai sehingga proses penyembuhan klien dengan HNP dapat maksimal.

B.    Tujuan Penulisan
·         Tujuan Umum
Untuk mengethui tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Muskuloskletal (HNP).
·         Tujuan Khusus
Untuk mengetahui Jenis-jenis dari tumor kulit ganas dari definisi, etiologi, klasifikasi, tanda & gejala, penatalaksanaan, dan pemeriksaan penunjang dari HNP.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien gangguan sistem muskulokletal (HNP) dari tahap pengkajian hingga intervensi.
·         Manfaat
      -  Bagi perawat
Menambah wawasan kesehatan dan agar lebih mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal (HNP).
       -Bagi masyarakat
Memberikan Penjelasan, pengetahuan, dan penyuluhan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal (HNP) dan intervensi apa saja yang diberikan.                                                                          
BAB II
PEMBAHASAN
A.    KONSEP DASAR MEDIK

1.      Pengertian
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah menjebolnya nucleus pulposus ke dalam kanalis vertebralis akibat degenerasi annulus fibrosus korpus vertebralis. HNP mempunyai banyak sinonim antara lain Herniasi Diskus Intervertebralis, ruptured disc, slipped disc, prolapsus disc dan sebagainya.
HNP sering menyebabkan nyeri punggung bawah (Low Back Pain). Nyeri punggung bawah atau LBP adalah nyeri yang terbatas pada region lumbar, tetapi gejalanya lebih merata dan tidak hanya terbatas pada satu radiks saraf, namun secara luas berasal dari diskus intervertebralis lumbal.
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)
2. anatomi  fisiologi
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical tang terbenteng dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :
1. 8 pasang saraf cervical.
2. 15 pasang saraf thorakal.
3. 5 pasang saraf lumbal
4. 5 pasang saraf sacral
5. 1 pasang saraf cogsigeal.
Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson). Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra yang berdekatan.
Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok : nucleus pulposus di tengah dan annulus fibrosus disekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus ini  mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.
3.  Etiologi
HNP terjadi karena proses degenratif diskus intervetebralis. Keadaan patologis dari melemahnya annulus merupakan kondisi yang diperlukan untuk terjadinya herniasi. Banyak kasus bersangkutan dengan trauma sepele yang timbul dari tekanan yang berulang. Tetesan annulus atau titik lemah tidak ditemukan akibat dari tekanan normal yang berulang dari aktivitas biasa atau dari aktivitas fisik yang berat.
Penyebab Lain HNP
1.Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra.
2.Spinal stenosis.
3.Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll.
4.Pembentukan osteophyte.
5.Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus.
4.      Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
5.      Manifestasi Klinis
 Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis  bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh pada struktur disekitarnya. Penekanan terhadap radiks posterior yang masih utuh dan berfungsi mengakibatkan timbulnya nyeri radikular. Jika penekanan sudah menimbulkan pembengkakan radiks posterior, bahkan kerusakan structural yang lebih berat gejala yang timbul ialah hipestesia atau anastesia radikular. Nyeri radikular yang bangkit akibat lesi iritatif diradiks posterior tingkat cervical dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.  Sedangkan nyeri radikular yang dirasakan sepanjan tungkai dinamakan iskialgia, karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan. iskiadikus dan lanjutannya ke perifer.
Gejala klasik dari HNP lumbal adalah : nyeri punggung bawah yang diperberat dengan posisi duduk dan nyeri menjalar hingga ekstremitas bawah. Nyeri radikuler atau sciatica, biasanya digambarkan sebagai sensasi nyeri tumpul, rasa terbakar atau tajam, disertai dengan sensasi tajam seperti tersengat listrik yang intermiten. Level diskus yang mungkin mengalami herniasi dapat dievaluasi berdasarkan distribusi tanda dan gejala  neurologis yang timbul.
Sindrom lesi yang terbatas pada masing – masing radiks lumbalis :
      Ø  L3 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L3, parestesia otot quadrisep femoris, reflex tendon kuadrisep (reflex patella) menurun atau menghilang.
      Ø  L4 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L4, parestesia otot kuadrisep dan tibialis anterior dan tibialis anterior, reflex patella berkurang.
      Ø  L5 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom L5, parestesis dan kemungkinan atrofi otot ekstensor halusis longus dan digitorium brevis, tidak ada reflex tibialis posterior.
      Ø  S1 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia pada dermatom S1, paresis otot peronealis dan triseps surae, hilangnya reflex triseps surae (reflex tendon Achilles).
Tanda dan gejala yang timbul :
1.Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
2.Nyeri tulang belakang
3.Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
4.Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.
6.      Fakto resiko timbulnya HNP :
a)         Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
·            Umur
·            Jenis kelamin
·            Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya

b)         Faktor resiko yang dapat diubah :
·            Pekerjaan dan aktivitas
·            Olah raga yang tidak teratur
·            Berat badan berlebihan
·            Batuk lama dan berulang




7. pemeriksaan penunjang
·         Laboraturium
·         Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada keeping sendi
·         CT scan lumbosakral dapat memperlihatkan letak disk protusion.
·         MRI dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak   divertebra serta herniasi.
·         Myelogram dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaska pemeriksaan fisik        sebelum pembedahan
·         Elektromyografi dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagian akar saraf spinal.
·         Epidural venogram menunjukkan lokasi herniasi
·         Lumbal functur untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan serebro spinal.

8. komplikasi
1.RU
2.Infeksi luka
3.Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal.

9.  penatalaksanaan

1. Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
a. Tidur selama 1 – 2 mg diatas kasur yang keras
b. Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.
c. Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik.
d. Terapi panas dingin.
e. Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset
f. Terapi diet untuk mengurangi BB.
g.  Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides
h. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS).
2. Pembedahan
1Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.
2Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.
3. Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina (Barbara C. Long, 1996).
4Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan herniated nucleus pulposus.
B.     KEPERAWATAN
a)      Penatalaksanaan
Ø  Pembedahan
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
a.       Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
b.      Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks.
c.       Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d.      Disektomi dengan peleburan.

·           Immobilisasi
Immobilisasi dengan mengeluarkan kolor servikal, traksi, atau brace.
·           Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.
·           Meredakan Nyeri
Kompres lembab panas, analgesik, sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.
·           Terapi Konservatif
·         Tirah baring, berguna untuk mengurangi rasa nyeri mekanik dan tekanan intradiskal.
·         Medikamentosa :
·           Analgetik dan NSAID
·           Muscle relaxant
·           Kortikosteroid oral
·           Analgetik adjuvant
·           Rehabilitasi medik:
·           Traksi pelvis
·           Termoterapi (terapi panas)
·           Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS)
·           Korset lumbal
·           Latihan dan modifikasi gaya hidup dengan menurunkan berat badan yang berlebihan.
Conditioning exercise yang bertujuan untuk memperkuat otot – otot punggung dimulai sesudah dua minggu karena bila dimuali pada awal mungkin akan memperburuk keluhan penderita.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian.
v Anamnesa
         Keluhan utama, riwayat perawatan sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat kesehatan keluarga.

B.     Pemeriksaan fisik.
Keadaan umum
Pada keadaan HNP umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada tanda-tanda vital, contohnya bradikardi yang menyebabkan hipotensi yang berhubungan dengan penurunan aktivitaskarena adanya paraperese.

C.     Pemeriksaan diagnostik.
a.       RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang.
b.      M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.
c.       CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat pada M R I.
d.      Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang terkena.

D.    Diagnosa Keperawatan.
1.      Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot
2.      Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus
3.      Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
4.      Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis dan tindakan pengobatan.

E.    Intervensi
1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot
a)      Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 – 10.
b)      Pertahankan tirah baring, posisi semi fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang.
c)      Gunakan logroll (papan) selama melakukan perubahan posisi.
d)     Bantu pemasangan brace / korset.
e)      Batasi aktifitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan.
f)       Ajarkan teknik relaksasi.
g)      Kolaborasi : analgetik, traksi, fisioterapi.

2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus.
a)      Berikan / bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif.
b)      Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif.
c)      Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.
d)     Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi.
e)      Demonstrasikan penggunaan alat penolong seperti tongkat.
f)       Kolaborasi : analgetik

3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual.
a)      Kaji tingkat ansietas pasien.
b)      Berikan informasi yang akurat.
c)      Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi seksual, perubahan peran dan tanggung jawab.
d)     Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
e)      Libatkan keluarga.

4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai kondisi, prognosis.
a)      Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan kegiatan.
b)      Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong.
c)      Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.
d)     Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan, hindari posisi telungkup.
e)      Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang lama.
f)       Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth, 2002)
Hernia Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)

B.           Saran
1)     Mahasiswa
1.Gunakanlah waktu sebaik-baiknya untuk mencari ilmu untuk masa depan yang cemerlang.
2.Gunakanlah makalah ini sebagai sumber ilmu untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskletal (HNP).
2)   Akademik
1.Bimbinglah mahasiswa-mahasiswa keperawatan dalam membuat asuhan keperawatan yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA
1.      Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
2.      Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2, Jakarta : EGC, 2000.
3.      Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.
4.      Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
5.      Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996.
6.      Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Konsep Bencana