NHP ( Hernia Nukleus Pulposus )
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri
pungung bawah merupakan suatu keluhan yang dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari bagi penderitanya. Salah satu penyebab terjadinya nyeri pinggang
bagian bawah adalah hernia nucleus pulsosus (HNP), yang sebagian besar kasusnya
terjadi pada segmen lumbal. Nyeri punggung bawah merupakan salah satu penyakit
yang sering di jumpai masyarakat.
Nyeri
penggung bawah dapat mengenai siapa saja, tanpa mengenal jenis umur dan jenis
kelami. Sekitar 60-80 % dari seluruh penduduk dunia pernah mengalami paling
tidak satu episode nyeri punggung bawah selama hidupnya. Kelompok studi nyeri
(pokdi nyeri) PORDOSSI (Persatuan dokter spesialis saraf Indonesia) melakukan
penelitian pada bulan mei 2002 di 14 rumah sakit pendidikan, dengan hasilmenunjukan
bahwa kejadian nyeri punggung bawah meliputi 18,37 % di sluruh kasus nyeri
ditangani.
Nyeri pinggang bawah hanyalah merupakan suatu symptom gejala, maka yang terpenting adalah mengetahui factor penyebabnya agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada dasarnya timbulnya rasa sakit tersebut karena tekanan susunan saraf tepi daerah pinggang. Jepitan pada saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya. Maka dari itu, dibutuhkan asuhan keperawatan HNP yang sesuai sehingga proses penyembuhan klien dengan HNP dapat maksimal.
Nyeri pinggang bawah hanyalah merupakan suatu symptom gejala, maka yang terpenting adalah mengetahui factor penyebabnya agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada dasarnya timbulnya rasa sakit tersebut karena tekanan susunan saraf tepi daerah pinggang. Jepitan pada saraf ini dapat terjadi karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya. Maka dari itu, dibutuhkan asuhan keperawatan HNP yang sesuai sehingga proses penyembuhan klien dengan HNP dapat maksimal.
B. Tujuan Penulisan
·
Tujuan Umum
Untuk mengethui tentang Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Muskuloskletal (HNP).
·
Tujuan
Khusus
Untuk mengetahui Jenis-jenis dari tumor
kulit ganas dari definisi, etiologi, klasifikasi, tanda & gejala,
penatalaksanaan, dan pemeriksaan penunjang dari HNP.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien gangguan sistem muskulokletal (HNP) dari tahap pengkajian hingga intervensi.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien gangguan sistem muskulokletal (HNP) dari tahap pengkajian hingga intervensi.
·
Manfaat
- Bagi perawat
Menambah
wawasan kesehatan dan agar lebih mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal (HNP).
-Bagi
masyarakat
Memberikan
Penjelasan, pengetahuan, dan penyuluhan tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal (HNP) dan intervensi apa saja yang
diberikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Pengertian
Hernia
Nukleus Pulposus (HNP) adalah menjebolnya nucleus pulposus ke dalam kanalis
vertebralis akibat degenerasi annulus fibrosus korpus vertebralis. HNP
mempunyai banyak sinonim antara lain Herniasi Diskus Intervertebralis, ruptured
disc, slipped disc, prolapsus disc dan sebagainya.
HNP sering
menyebabkan nyeri punggung bawah (Low Back Pain). Nyeri punggung bawah atau LBP
adalah nyeri yang terbatas pada region lumbar, tetapi gejalanya lebih merata
dan tidak hanya terbatas pada satu radiks saraf, namun secara luas berasal dari
diskus intervertebralis lumbal.
Diskus
Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan
diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam
satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus
pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth,
2002)
Hernia
Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga
langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)
2.
anatomi fisiologi
Medula spinalis merupakan jaringan saraf
berbentuk kolum vertical tang terbenteng dari dasar otak, keluar dari rongga
kranium melalui foramen occipital magnum, masuk kekanalis sampai setinggi
segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri
dan kanan) yang terdiri atas :
1. 8 pasang saraf cervical.
2. 15 pasang saraf thorakal.
3. 5 pasang saraf lumbal
4. 5 pasang saraf sacral
5. 1 pasang saraf cogsigeal.
Penampang melintang medulla spinalis
memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan
substansia alba. Substansia grisea mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk
kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini
menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin
(akson). Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus
vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis,
dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis
menghubungkan korpus vertebra yang berdekatan.
Diantara korpus vertebra mulai dari
cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis.
Discus discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra.
Discus intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok : nucleus pulposus di
tengah dan annulus fibrosus disekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang
diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis. Nucleus pulposus
adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel
jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam
pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.
3. Etiologi
HNP terjadi
karena proses degenratif diskus intervetebralis. Keadaan patologis dari
melemahnya annulus merupakan kondisi yang diperlukan untuk terjadinya herniasi.
Banyak kasus bersangkutan dengan trauma sepele yang timbul dari tekanan yang
berulang. Tetesan annulus atau titik lemah tidak ditemukan akibat dari tekanan
normal yang berulang dari aktivitas biasa atau dari aktivitas fisik yang berat.
Penyebab
Lain HNP
1.Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra.
2.Spinal stenosis.
3.Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll.
4.Pembentukan osteophyte.
5.Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan
nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi
dari nucleus hingga annulus.
4. Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan
degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida
dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan
yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela
trauma jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat)
kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus
pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis
berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi
lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang
terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak
terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan
menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis
mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
5.
Manifestasi Klinis
Nyeri dapat terjadi pada bagian spinal manapun
seperti servikal, torakal (jarang) atau lumbal. Manifestasi klinis
bergantung pada lokasi, kecepatan perkembangan (akut atau kronik) dan pengaruh
pada struktur disekitarnya. Penekanan terhadap radiks posterior yang masih utuh
dan berfungsi mengakibatkan timbulnya nyeri radikular. Jika penekanan sudah
menimbulkan pembengkakan radiks posterior, bahkan kerusakan structural yang
lebih berat gejala yang timbul ialah hipestesia atau anastesia radikular. Nyeri
radikular yang bangkit akibat lesi iritatif diradiks posterior tingkat cervical
dinamakan brakialgia, karena nyerinya dirasakan sepanjang lengan.
Sedangkan nyeri radikular yang dirasakan sepanjan tungkai dinamakan iskialgia,
karena nyerinya menjalar sepanjang perjalanan. iskiadikus dan lanjutannya ke
perifer.
Gejala klasik dari HNP lumbal adalah
: nyeri punggung bawah yang diperberat dengan posisi duduk dan nyeri menjalar
hingga ekstremitas bawah. Nyeri radikuler atau sciatica, biasanya digambarkan
sebagai sensasi nyeri tumpul, rasa terbakar atau tajam, disertai dengan sensasi
tajam seperti tersengat listrik yang intermiten. Level diskus yang mungkin
mengalami herniasi dapat dievaluasi berdasarkan distribusi tanda dan
gejala neurologis yang timbul.
Sindrom lesi yang terbatas
pada masing – masing radiks lumbalis :
Ø L3 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau hipalgesia
pada dermatom L3, parestesia otot quadrisep femoris, reflex tendon kuadrisep
(reflex patella) menurun atau menghilang.
Ø L4 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau
hipalgesia pada dermatom L4, parestesia otot kuadrisep dan tibialis anterior
dan tibialis anterior, reflex patella berkurang.
Ø L5 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau
hipalgesia pada dermatom L5, parestesis dan kemungkinan atrofi otot ekstensor
halusis longus dan digitorium brevis, tidak ada reflex tibialis posterior.
Ø S1 : Nyeri, kemungkinan parestesia atau
hipalgesia pada dermatom S1, paresis otot peronealis dan triseps surae,
hilangnya reflex triseps surae (reflex tendon Achilles).
Tanda
dan gejala yang timbul :
1.Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
2.Nyeri tulang belakang
3.Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
4.Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau
lengkap.
6.
Fakto resiko timbulnya HNP :
a)
Faktor resiko yang tidak dapat diubah :
·
Umur
·
Jenis
kelamin
· Riwayat
cedera punggung atau HNP sebelumnya
b)
Faktor resiko yang dapat diubah :
·
Pekerjaan
dan aktivitas
·
Olah raga
yang tidak teratur
·
Berat badan
berlebihan
·
Batuk lama
dan berulang
7.
pemeriksaan penunjang
·
Laboraturium
·
Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada keeping
sendi
·
CT scan lumbosakral dapat memperlihatkan letak disk protusion.
·
MRI dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak divertebra serta herniasi.
·
Myelogram dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaska pemeriksaan
fisik sebelum pembedahan
·
Elektromyografi dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagian akar
saraf spinal.
·
Epidural venogram menunjukkan lokasi herniasi
·
Lumbal functur untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan
serebro spinal.
8.
komplikasi
1.RU
2.Infeksi luka
3.Kerusakan penanaman tulang setelah fusi
spinal.
9.
penatalaksanaan
1.
Konservatif bila
tidak dijumpai defisit neurologik :
a. Tidur selama 1 – 2 mg diatas kasur yang keras
b. Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.
c. Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug
dan analgetik.
d. Terapi panas dingin.
e. Imobilisasi atau brancing, dengan
menggunakan lumbosacral brace atau korset
f. Terapi diet untuk mengurangi BB.
g. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi
biasanya resides
h. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS).
2.
Pembedahan
1. Laminectomy hanya dilakukan pada penderita
yang mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua
sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan
kandung kemih serta foot droop.
2. Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan
atau pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan
untuk memperbaiki luka pada spinal.
3. Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina (Barbara
C. Long, 1996).
4. Laminectomy adalah memperbaiki satu atau
lebih lamina vertebra, osteophytis, dan herniated nucleus pulposus.
B.
KEPERAWATAN
a)
Penatalaksanaan
Ø Pembedahan
Tujuan : Mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk
mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
a.
Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus
intervertebral
b.
Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis
spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi
dan mengangkat patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks.
c.
Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
d.
Disektomi dengan peleburan.
·
Immobilisasi
Immobilisasi dengan mengeluarkan
kolor servikal, traksi, atau brace.
·
Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan
penyanggah kepala yang dikaitkan pada katrol dan beban.
·
Meredakan Nyeri
Kompres lembab panas, analgesik,
sedatif, relaksan otot, obat anti inflamasi dan jika perlu kortikosteroid.
·
Terapi Konservatif
·
Tirah baring,
berguna untuk mengurangi rasa nyeri mekanik dan tekanan intradiskal.
·
Medikamentosa :
·
Analgetik dan NSAID
·
Muscle relaxant
·
Kortikosteroid oral
·
Analgetik adjuvant
·
Rehabilitasi medik:
·
Traksi pelvis
·
Termoterapi (terapi panas)
·
Transcutaneous electrical
nerve stimulation (TENS)
·
Korset lumbal
·
Latihan dan modifikasi gaya
hidup dengan menurunkan berat badan yang berlebihan.
Conditioning exercise yang bertujuan untuk memperkuat
otot – otot punggung dimulai sesudah dua minggu karena bila dimuali pada awal
mungkin akan memperburuk keluhan penderita.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian.
v Anamnesa
Keluhan utama, riwayat perawatan
sekarang, Riwayat kesehatan dahulu, Riwayat kesehatan keluarga.
B. Pemeriksaan fisik.
v Keadaan umum
Pada keadaan
HNP umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada
tanda-tanda vital, contohnya bradikardi yang menyebabkan hipotensi yang
berhubungan dengan penurunan aktivitaskarena adanya paraperese.
C. Pemeriksaan diagnostik.
a.
RO Spinal : Memperlihatkan perubahan degeneratif pada
tulang belakang.
b.
M R I : untuk melokalisasi protrusi diskus kecil
sekalipun terutama untuk penyakit spinal lumbal.
c.
CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan
patologiknya tidak terlihat pada M R I.
d.
Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks
saraf spinal khusus yang terkena.
D. Diagnosa Keperawatan.
1. Nyeri b.d Kompresi saraf, spasme otot
2.
Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot,
terapi restriktif dan kerusakan neuromuskulus
3.
Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual
4.
Kurang pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai
kondisi, prognosis dan tindakan pengobatan.
E. Intervensi
1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot
1. Nyeri b.d kompresi saraf, spasme otot
a) Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya
serangan, faktor pencetus / yang memperberat. Tetapkan skala 0 – 10.
b) Pertahankan tirah baring, posisi semi
fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam keadaan fleksi, posisi telentang.
c) Gunakan logroll (papan) selama melakukan
perubahan posisi.
d) Bantu pemasangan brace / korset.
e) Batasi aktifitas selama fase akut sesuai
dengan kebutuhan.
f) Ajarkan teknik relaksasi.
g) Kolaborasi : analgetik, traksi,
fisioterapi.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, spasme otot, terapi restriktif dan
kerusakan neuromuskulus.
a) Berikan / bantu pasien untuk melakukan
latihan rentang gerak pasif dan aktif.
b) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi
progresif.
c) Berikan perawatan kulit dengan baik,
masase titik yang tertekan setelah rehap perubahan posisi. Periksa keadaan
kulit dibawah brace dengan periode waktu tertentu.
d) Catat respon emosi / perilaku pada immobilisasi.
e) Demonstrasikan penggunaan alat penolong
seperti tongkat.
f) Kolaborasi : analgetik
3. Ansietas b.d tidak efektifnya koping individual.
a) Kaji tingkat ansietas pasien.
b) Berikan informasi yang akurat.
c) Berikan kesempatan pasien untuk
mengungkapkan masalah seperti kemungkinan paralisis, pengaruh terhadap fungsi
seksual, perubahan peran dan tanggung jawab.
d) Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin
merintangi keinginan untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses
penyembuhannya.
e) Libatkan keluarga.
4. Kurang pengetahuan b.d kurangnya
informasi mengenai kondisi, prognosis.
a) Jelaskan kembali proses penyakit dan
prognosis dan pembatasan kegiatan.
b) Berikan informasi mengenai mekanika tubuh
sendiri untuk berdiri, mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong.
c) Diskusikan mengenai pengobatan dan efek
sampingnya.
d) Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang
kuat, bantal kecil yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut
difleksikan, hindari posisi telungkup.
e) Hindari pemakaian pemanas dalam waktu yang
lama.
f) Berikan informasi mengenai
tanda-tanda yang perlu diperhatikan seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi /
kemampuan untuk berjalan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diskus
Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan
diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam
satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus
pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus. (Brunner & Suddarth,
2002)
Hernia
Nukleus Pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau bawahnya, bisa juga
langsung ke kanalis vertebralis. (Priguna Sidharta, 1990)
B.
Saran
1) Mahasiswa
1.Gunakanlah
waktu sebaik-baiknya untuk mencari ilmu untuk masa depan yang cemerlang.
2.Gunakanlah
makalah ini sebagai sumber ilmu untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem muskuloskletal (HNP).
2) Akademik
1.Bimbinglah
mahasiswa-mahasiswa keperawatan dalam membuat asuhan keperawatan yang baik dan
benar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
2. Doengoes, ME, Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2,
Jakarta : EGC, 2000.
3. Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan
Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.
4. Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah,
Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
5. Priguna Sidharta, Sakit
Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian Rakyat, 1996.
6. Chusid, IG, Neuroanatomi Korelatif dan
Neurologi Fungsional, Yogyakarta : Gajahmada University Press, 1993
Tidak ada komentar:
Posting Komentar