Limfoma
Non-Hodgkin (LNH)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah
kelompok keganasan primer limfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit
T dan kadang (amat jarang) berasal dari sel NK (“natural killer”) yang
berada dalam sistem limfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala,
perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. LNH merupakan
kumpulan penyakit keganasan heterogen yang mempengaruhi sistem limfoid: 80%
berasal dari sel B dan yang lain dari sel T. Pada LNH sebuah sel limfosit
berproliferasi secara tak terkendali yang mengakibatkan terbentuknya tumor.
Seluruh sel LNH berasal dari satu sel limfosit, sehingga semua sel dalam tumor
pasien LNH sel B memiliki imunoglobulin yang sama pada permukaan selnya.
Pada tahun 2000 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 54.900 kasus baru, dan
26.100 orang meninggal karena LNH. Di Amerika Serikat, 5% kasus LNH baru
terjadi pada pria, dan 4% pada wanita per tahunnya. LNH secara umum lebih
sering terjadi pada pria. Insidensi LNH meningkat seiring dengan bertambahnya
usia dan mencapai puncak pada kelompok usia 80-84 tahun. Saat ini angka pasien
LNH di Amerika semakin meningkat dengan pertambahan 5-10% per tahunnya,
menjadikannya urutan kelima tersering dengan angka kejadian 12-15 per 100.000
penduduk. Di Perancis penyakit ini merupakan keganasan ketujuh tersering. Di
Indonesia sendiri LNH bersama-sama dengan penyakit Hodgkin dan leukemia
menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya
mengapa angka kejadian LNH terus meningkat. Adanya hubungan yang erat antara
penyakit AIDS dan LNH kiranya memperkuat dugaan adanya hubungan antara LNH
dengan infeksi.
Klasivikasi Limfoma Non
Hodgkin
Penggolongan histologis LNH
merupakan masalah yang rumit dan sukar, yang kerap menggunakan istilah-istilah
yang dimaksudkan untuk tujuan yang berbeda-beda sehingga tidak memungkinkan
diadakannya perbandingan yang bermakna antara hasil dari berbagai pusat
penelitian. Terdapat lebih dari 20 klasifikasi yang berbeda untuk NHL.
Perkembangan terakhir klasifikasi yang banyak dipakai dan diterima di banyak
pusat kesehatan adalah formulasi praktis (“Working Formulation”/WF) dan
REAL/WHO (Revised European-American Classification of Lymphoid Neoplasms).
WF menjabarkan karakteristik klinis dengan deskriptif histopatologis, namun
belum menginformasikan jenis sel limfosit B atau T, maupun berbagai patologis
klinis yang baru. WF membagi LNH atas derajat keganasan rendah, menengah dan
tinggi yang mencerminkan sifat agresifitas mereka. Klasifikasi WHO/REAL
beranjak dari karakter imunofenotif (sel B, sel T dan sel NK) dan analisa
“lineage” sel limfoma. Klasifikasi terakhir ini diharapkan menjadi patokan baku
cara berkomunikasi di antara ahli hematologi-onkologi medik.
1.
NHL derajat rendah
Ini termasuk penyakit seperti
limfoma folikular dan makroglobulinemia Waldenström. Biasanya kelainan timbul
lambat, dengan progresi yang lambat pula. Kelainan ini biasanya bisa dikontrol
dengan kemoterapi oral. Seseorang dengan limfoma derajat rendah, jaringan
limfoid terkait mukosa, yang berbatasan dengan lambung, dianggap terkait dengan
infeksi Helicobacter pylori dan memberikan respon terhadap antibiotik. Sampai
saat ini, belum tersedia penyembuhan limfoma derajat rendah. Harapan hidup
median adalah 8 – 10 tahun, tetapi angka kematian bervariasi.
2.
NHL derajat menengah dan tinggi
Penyakit-penyakit ini adalah
penyakit yang agresif dengan onset dan progresivitas yang cepat. Pasien dengan
limfoma derajat sedang, jenis limfositik-nodular, pada awalnya cenderung berada
pada stadium yang lebih lanjut, dengan sekitar 60 – 80 % insiden terkenanya
sumsum tulang. Jaringan limfatik tonsilar pada orofaring dan nasofaring
(disebut cincin Waldeyer) juga merupakan tempat yang diserang pada 15 – 30 %
pasien. Limfoma Burkitt dan imunoblastik merupakan limfoma derajat tinggi dan
mempunyai kecenderungan mengenai SSP. SSP juga merupakan daerah yang sering
terkena pada pasien relaps dengan penyakit stadium IV bersama daerah lain yang
sebelumnya terkena. Meskipun limfoma derajat sedang dan tinggi sangat agresif
dan fatal tanpa pengobatan, limfoma ini berespon terhadap kemoterapi dan
berpotensi untuk sembuh. Dengan kemoterapi intensif, 20 – 40 % pasien berusia
< 60 tahun dapat sembuh. Sisanya meninggal karena penyakit ini.
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa pengertian Limfoma
Non Hodgkin?
1.2.2
Bagaimana etiologi dan
faktor resiko limfoma non hodgkin?
1.2.3
Bagaimana Manifestasi
klinis limfoma non hodgkin?
1.2.4
Bagaimana patofisiologi/WOC
limfoma non hodgkin?
1.2.5
Bagaimana Klasifikasilimfoma
non hodgkin?
1.2.6
Bagaimana Tahapan
penyakit limfoma non hodgkin?
1.2.7
Bagaimana
penatalaksanaan limfoma non hodgkin?
1.3
Tujuan
Masalah
1.3.1
Untuk mengetahui
pengertian limfoma non hodgkin.
1.3.2
Untuk mengetahui
etiologi dan faktor resiko limfoma non
hodgkin.
1.3.3
Untuk mengetahui
manifestasi klinis Limfoma non hodgkin.
1.3.4
Untuk mengetahui
patofisiologi limfoma non hodgkin.
1.3.5
Untuk mengetahui
Klasifikasi limfoma non hodgkin.
1.3.6
Untuk mengetahui
tahapan penyakit pada limfoma non hodgkin
1.3.7
Untuk mengetahui
penatalaksanaan limfoma non hodgkin
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Limfoma Non Hodgkin
Limfoma
non hidgkin adalah keganasan limfosit-B dan sistem sel limfosit T. Kebanyakan
pasien dengan limfoma hodking masuk dalam kategori besar karena gambaran
klinisnya: nodular, tipe lamban dan menyebar, limfoma agresif. Untuk tujuan
pengobatan, pembagian ini juga diklasifikasikan sebagai limfoma rendah,
intermediet, atau derajat tinggi. Pengobatan pada limfoma non hodgkin meliputi
radioterapi atau kemoterapi (biasanya kombinasi agen antineoplastik).
Lebih
dari 45.000 pasein di diagnosis sebagai limfoma non hodgkin (LNH) setiap tahun
di amerika serikat. Limfoma non hodgkin, khususnya limfoma susunan saraf pusat
biasa ditemukan pada pasien dengan keadaan defisiensi imun dan yang mendapat
obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan transplantasi ginjal dan
jantung.
LNH
adalah suatu penyakit yang heterogen. Bergantung pada gambaran histelogis
tumomnya, perjalanan penyaldt penderita dapat bermacam-macam mulai dari yang
perkembangannya amat lambat dan dapat disandang dengan baik sampai pada yang
cepat berkembang menjadi fatal. Penderita-penderita penyakit LNH derajat
keganasan rendah acapkali tidak memerlukan pengobatah selama bertahun-tahun,
namun penyembuhan yang sempurna jarang terjadi. Sebaliknya beberapa kelompok dengan
penyakit yang cepat menjadi fatal bila tidak diobati, mempunyai harapan untuk
sembuh jika mendapat pengobatan yang tepat. Selain bergantung pada gambaran
histologis tumor, pengobatan LNH bergantung juga pada tingkat penyakit
penderita. Hingga saat ini belum ada keseragaman mengenai
pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan dalam penatalaksanaan penderita penyakit
LNH. Dinegar-negara maju acapkali dilakukan berbagai pemeriksaan yang rumit dan
mahal untuk dapat memperoleh keterangan yang lengkap mengenai penyakit
penderita. Selain biaya pemeriksaannya, biaya pengobatan penyait LNH juga
sangat mahal, sedangkan hasil yang dicapai acapkali mengecewakan. Memperpanjang
masa harapan hidup penderita dengan beberapa bulan mungkin pentingnya artinya
dalam rangkaian up coba klinis untuk perbaikan pengobatan penderita di masa
depan, tetapi agaknya tidak relevan untuk negara yang mempunyai keterbatasan
dana seperti di indonesia.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengenal pola penyakit LNH di indonesia (meliputi aspek histologis,
sitologis, imunologis dan klinis) serta menentukan strategi yang paling berdaya
guna dan tepat guna dalam menetapkan diagnosis, tingkat penyaldt dan pengobatan
penyakit LNH di negara ini, dengan mempertimbangkan hambatan segi kedokteran
maupun ekonomi yang terdapat disini.
2.2
Etiologi dan Faktor Resiko Limfoma Non Hodgkin
Etiologi sebagian besar LNH tidak
diketahui. Namun terdapat beberapa faktor resiko terjadinya LNH antara lain :
1. ImunoDefisiensi: 25% kelainan herediter langka yang
berhubungan dengan terjadinya LNH antara lain adalah: severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common
variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich syndrome, dan ataxia-telangiectasia. Limfoma yang
berhubungan dengan kelainan-kelainan tersebut seringkali dihubungkan pula
dengan Epstein-Barr virus (EBV) dan jenisnya beragam, mulai dari hiperplasia
poliklonal sel B hingga limfoma monoklonal.
2. Agen
Infeksius:
EBV DNA ditemukan pada 95% limfoma Burkitt endemik, dan lebih jarang ditemukan
pada limfoma Burkitt sporadik. Karena tidak pada semua kasus limfoma Burkitt
ditemukan EBV, hubungan dan mekanisme EBV terhadap terjadinya limfoma Burkitt
belum diketahui. Sebuah hipotesis menyatakan bahwa infeksi awal EBV dan faktor
lingkungan dapat meningkatkan jumlah prekursor yang terinfeksi EBV dan
meningkatkan resiko terjadinya kerusakan genetik. EBV juga dihubungkan dengan posttransplant lymphoproliferative disorders
(PTLDs) dan AIDS-associated lymphomas.
3. Paparan
Lingkungan dan Pekerjaan: Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan resiko
tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan
adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
4. Diet dan
Paparan Lainnya:
Resiko LNH meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani,
merokok, dan yang terkena paparan ultraviolet.
Penyebab pasti limfoma Hodgkin maupun non-Hodgkin masih
belum diketahui. Namun diperkirakan aktivasi abnormal gen tertentu mempunyai
peran dalam timbulnya semua jenis kanker, termasuk limfoma
- HODGKIN
: Pada penyakit ini ditemukan adanya perkembangan sel B abnormal atau
dinamakan sel Reed-Sternberg akibat pengaruh paparan virus epstein barr
(EBV). Terkait Proses Transkripsi sel B yang terganggu.
- NON
HODGKIN : Pada limfoma jenis ini penyakit berkembang dari limfosit yang
abnormal yang akan terus membelah dan bertambah banyak dengan tidak
terkontrol akibat faktor keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi
virus atau bakteria (HIV, HCV, EBV, Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan
(herbisida, pengawet dan pewarna kimia). Pembelahan yang tak terkendali
dari limfosit B dan T akibat mutasi sel menjadi sel ganas.
Penyebab pasti limfoma Hodgkin masih
belum diketahui (idiopatik). Namun, orang yang mengidap penyakit ini atau
yang sudah mengalami remisi memperlihatkan mengalami penurunan imunitas yang
diperantarai oleh sel T. selain itu kelompok – kelompok kasus sporadic
mengisyaratkan bahwa suatu virus, mungkin dari kelompok herpes, ikut berperan.
Mungkin terdapat kecenderungan genetic untuk mengidap penyakit ini. Diperkirakan
aktivasi gen abnormal tertentu mempunyai peran dalam timbulnya semua jenis
kanker, termasuk limfoma. Penyebabnya tidak diketahui, walaupun beberapa ahli
menduga bahwa penyebabnya adalah virus, seperti virus Epstein Barr dan penyakit
ini tampaknya tidak menular. Namun terdapat beberapa faktor risiko terkait
timbulnya penyakit limfoma, yaitu :
Orang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) atau yang mendapat terapi imunosupresan memiliki
risiko tinggi untuk timbulnya limfoma.
·
Orang yang sering kontak dengan herbisida atau pestisida,
misalnya petani
·
Infeksi virus Epstien-Barr atau
human T-cell lymphocytotropic virus (HTVL). HTVL menyebabkan limfoma sel T
·
Genetik
·
Jenis kelamin
2.3
Manifestasi Klinis
Gejala yang biasa muncul pada pasien
dengan Limfoma Non-Hodgkin
yaitu :
- Demam
- Berkeringat
pada malam hari
- Kehilangan
berat badan
- Keletihan
- Sakit
perut
- Pembengkakan
- Nyeri
- Pembesaran
kelenjar limfe
- Anoreksia
- Mual
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran
kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan) atau
di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak
menyebabkan nyeri.
Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil
(amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh
di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan:
1 Gangguan pernafasan
1 Gangguan pernafasan
2
Berkurangnya nafsu makan
3
Sembelit berat
4
Nyeri perut
5
Pembengkakan tungkai
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi
leukemia. Limfoma dan leukemia memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin
lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada
anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma ke dalam sumsum
tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran kelenjar
getah bening. Masulknya sel limfoma ini menyebabkan anmeia, ruam kulit dan
gejala neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal).
Biasanya yang membesar adalah kelenjar getah bening di
dalam, yang menyebabkan:
a. pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas
b. penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
c. penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.
a. pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak nafas
b. penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
c. penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.
2.4 WOC
2.5 Klasifikasi Limfoma
Non Hodgkin
Ada
2klasifikasi besar penyakit ini yaitu:
1. Limfoma
non Hodgkin agresif.
Limfoma
non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh cepat
atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin
agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya
sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap
pengobatan.Meskipun pasien yang penyakitnya tidak berespon baik terhadap
standar pengobatan lini pertama,sering berhasil baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel
induk. Pada kenyataannya, limfoma nonHodgkin
agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total
daripada limfoma non Hodgkin indolen.
2. Limfoma
non Hodgkin indolen.
Limfoma
non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh
lambat atau level rendah. Sesuai dengan
namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal
ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak
terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara
kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam
hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada
pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan
darah, atau suatu sinar-X,
dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih
lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling
sering adalah pembesaran kelenjar getah
bening, yang kelihatan sebagai benjolan,
biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga
mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non
Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa
menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat
pertama terdiagnosis.
2.6 Tahapan Penyakit
Penyebaran
Limfoma dapat dikelompokkan dalam 4 stadium. Stadium I dan II sering
dikelompokkan bersama sebagai stadium awal penyakit, sementara stadium III dan
IV dikelompokkan bersama sebagai stadium lanjut.
a.
Stadium I : Penyebaran Limfoma hanya terdapat pada satu kelompok yaitu kelenjar
getah bening.
b. Stadium
II : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar getah
bening, tetapi hanya pada satu sisi diafragma, serta pada seluruh dada atau
perut.
c.
Stadium III : Penyebaran Limfoma menyerang dua atau lebih kelompok kelenjar
getah bening, serta pada dada dan perut.
d. Stadium
IV : Penyebaran Limfoma selain pada kelenjar getah bening setidaknya pada satu
organ lain juga seperti sumsum tulang, hati, paru-paru, atau otak.
Penentuan stadium merupakan salah satu pola penting dalam
manajemen LNH yang bertujuan untuk mengetahui status penyakit dan memilih
pengobatan yang relevan serta memudahkan evaluasi hasil terapi. Klasifikasi
yang populer digunakan adalah klasifikasi menurut Arnn Arborr (1971) sebagai
berikut:
2.7
Penatalaksanaan
Terapi yang dilakukan biasanya
melalui pendekatan multidisiplin. Terapi yang dapat dilakukan adalah:
1.
Radioterapi
LNH
sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk penyakit lokal,
paliatif, dan stadium I limfoma indolen.
Terapi
radiasi (atau radioterapi) menggunakan sinar energi tinggi untuk membunuh
sel-sel NHL. Prosedur ini dapat membantu menyusutkan tumor dan mengendalikan
rasa sakit.
Ada 2 tipe radioterapi yang
digunakan untuk mengobati pasien dengan limfoma:
a.
Radiasi Eksternal: Mesin penyinar
diarahkan pada bagian tubuh dimana terdapat kumpulan sel limfoma
terbesar/terbanyak. Terapi yang terlokalisir ini hanya berdampak pada sel-sel yang
terdapat pada area pengobatan. Umumnya pasien datang berobat ke rumah sakit
atau klinik selama 5 kali dalam seminggu dan berjalan selama beberapa minggu.
b.
Radiasi Sistemik: Beberapa pasien
Limfoma menerima suntikan yang berisi materi radioaktif yang menyebar ke
seluruh tubuh. Materi radioaktif tersebut diikat pada sistem antibodi yang
mengincar serta menghancurkan sel-sel limfoma.
2.
Kemoterapi, dapat dilakukan pada
a. LNH indolen derajat ringan dengan
menggunakan klorambusil atau siklofosfamid, dengan atau tanpa prednison.
b. Limfoma stadium I atau II derajat
menengah atau tinggi, biasanya berespons baik terhadap kombinasi kemoterapi
dengan atau tanpa radioterapi. Angka penyembuhan sekitar 80-90%.
c. Limfoma agresif derajat menengah
atau tinggi, seperti limfoblastik atau limfoma burkitt, dapat langsung
mendapatkan regimen kombinasi kemoterapi, seperti CHOP (siklofosfamid,
doksorubisnis, vinkristin, dan prednison)
Pengobatan
Kemoterapi menggunakan obat yang disebut cytotoxics. Obat ini membunuh sel
kanker, namun juga dapat membunuh sel-sel normal seperti sel darah. Dengan
demikian komplikasi seperti anemia dan rentan terhadap infeksi mungkin terjadi.
Karena itu, infeksi mendadak dan infeksi yang mengancam keselamatan jiwa saat
tingkat sel darah putih rendah, sangat dikhawatirkan.
3.
Kombinasi radioterapi dan kemoterapi setelah biopsi bedah,
biasa dilakukan sebagai modalitas pengobatan.
4.
Terapi biologis
Prosedur ini umumnya terdiri dari
monoclonal antibodies, yang terdiri dari molekul-molekul protein yang dirancang
khusus untuk mengikat sel-sel limfoma tertentu (melalui cell serface markers)
dan membunuh mereka. Contoh dari monoclonal antibodies MabThera untuk limfoma
sel B yang memiliki CD-20 surface markers dan campath untuk limfoma sel T.
5.
Pencangkokan sel punca
Prosedur ini dapat dilakukan sebagai
pengobatan limfoma, dalam konteks bila limfoma kembali menyerang. Prosedur ini
juga dikenal sebagai kemoterapi dosistinggi. Pada prinsipnya, prosedur ini
menggunakan dosis besar kemoterpi untuk membunuh atau mengatasi sel limfoma
yang melakukan perlawanan. Sel punca kemudian digunakan untuk “menyelamatkan”
pasien agar efek samping dari prosedur ini dapat diatasi dengan cepat.
Beberapa
penderita bisa mengalami kesembuhan total, sedangkan penderita lainnya harus
menjalani pengobatan seumur hidupnya. Kemungkinan penyembuhan atau angka
harapan hidup yang panjang tergantung kepada jenis limfoma dan stadkum penyakit
pada saat pengobatan dimulai. Biasanya jenis yang berasal dari limfosit T tidak
memberikan respon sebaik limfosit B.
Angka
kesembuhan juga menurun pada:
a. Penderita
yang berusia diatas 60 tahun
b. Limfoma yang
sudah menyebar keseluruh tubuh
c. Penderita
yang memiliki tumor (pengumpulan sel-sel limfoma) yang besar
d. Penderita
yang fungsinya dibatasi oleh kelemahan yang berat dan ketidak mampuan bergerak
Penderita
pada stadium awal (stadium I dan II) seringkali diobati dengan terapi
penyinaran yang terbatas pada sisi limfoma dan daerah di sekitarnya. Terapi
penyinaran biasanya tidak menyembuhkan limfoma tingkat rendah, tetapi dapat
memperpanjang harapan hidup penderita sampai 5-8 tahun.
Terapi
penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan memperpanjang harapan
hidup penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada limfoma tingkat tinggi hanya 6
bulan sampai 1 tahun. Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi
dengan atau tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat
tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya.
Sebagian
besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat
penyakitnya terdiagnosis. Penderita limfoma tingkat rendah mungkin tidak
memerlukan pengobatan segera, tetapi harus menjalani pemeriksaan sesering
mungkin untuk meyakinkan bahwa penyakitnya tidak menyebabkan komplikasi yang
serius.
Kemoterapi
dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah. Penderita limfoma tingkat
tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena penyakit ini tumbuh dengan
cepat.
Tersedia
beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif. Obat kemoterapi bisa diberikan
tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau dalam bentuk kombinasi (untuk
limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi). Pemberian kemoterapi disertai
faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum tulang masih dalam tahap penelitian.
Pengobatan
baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal yang telah
digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya senyawa
radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di antibodi
tersebut. Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel limfoma dan
melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan membunuh sel-sel limfoma
tersebut.
Pada
pencangkokan sumsum tulang, sumsum tulang diangkat dari penderita (dan sel
limfomanya dibuang) atau dari donor yang sesuai dan dicangkokkan ke penderita.
Prosedur ini memungkinkan dilakukannya hitung jenis darah, yang berkurang
karena kemoterapi dosis tinggi, sehingga penyembuhan berlangsung lebih cepat.
Pencangkokan sumsum tulang paling efektif dilakukan pada penderita yang berusia
dibawah 55 tahun dan bisa menyembuhkan sekitar 30-50% penderita yang tidak
menunjukkan perbaikan terhadap pemberian kemoterapi.
Tetapi
pencangkokan sumsum tulang memiliki resiko, sekitar 5% penderita meninggal karena
infeksi pada minggu pertama, sebelum sumsum tulang membaik dan bisa
menghasilkan sel darah putih yang cukup untuk melawan infeksi. Pencangkokan
sumsum tulang juga sedang dicoba dilakukan pada penderita yang pada awalnya
memberikan respon yang baik terhadap kemoterapi tetapi memiliki resiko tinggi
terjadinya kekambuhan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN LIMFOMA NON HODGKIN
3.1
Pengkajian
3.1.1 Pengumpulan data
a. Identitas
Idebtitas
terdiri dari Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk Rumah Sakit ,
diagnosa medis
b. Keluhan
Utama
Pada umumnya
pasien mengeluh tidak nyaman karena adannya bejolan.
c. Riwayat
penyakit sekarang
Pada umumnya
pasien dengan limfoma didapat keluhan benjolan terasa nyeri bila ditelan
kadang-kadang disertai dengan kesulitan bernafas, gangguan penelanan,
berkeringat di malam hari. Pasien biasanya mengalami demam dan disertai dengan
penurunan BB.
d. Riwayat
kesehatan Dahulu
Pada Limfoma
biasanya diperoleh riwayat penyakit seperti pembesaran pada area
leher , ketiak dan lain-lain. pasien dengan transplantasi ginjal atau jantung.
e. Riwayat
kesehatan keluarga
Melihat
apakah terdapat riwayat pada keluarga dengan penyekit vaskuler : HT, penyakit metabolik
:DM atau penyakit lain yang pernah diderita oleh keluarga pasien
- ADL
- Nutrisi : Perlu dikaji keadaan makan dan minum
pasien meliputi : porsi yang dihabiskan susunan menu, keluhan mual dan
muntah, sebelum atau pada waktu MRS, dan yang terpenting adalah perubahan
pola makan setelah sakit, terutama menyangkut dengan keluhan utama pasien
yaitu kesulitan menelan
- Istirahat tidur : dikaji kebiasaan tidur siang
dan malam, berapa jam sehari dan apakan ada kesulitan waktu tidur dan
bagaimana perunbahannya setelah sakit klien dengan LNH
- Aktifitas : Aktifitas dirumah atau dirumah sakit
apakah ada kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktifitas, pada
klien ini biasanya terjadi perubahan aktifitas karena adanya limfoma dan
penuruna aktifitas sosial karena perubahan konsep diri
- Eliminasi : Mengkaji kebiasaan eliminasi alvi
dan urin meliputi jumlah, warna, apakah ada gangguan.
- Personal Hygiene : mengkaji kebersihan personal
Hygiene meliputi mandi, kebersihan badan, gigi dan mulut, rambut, kuku
dan pakaian dan kemampuan serta kemandirian dalam melakukan kebersihan
diri
- Data Psikologi
Perlu dikaji konsep diri apakah ada
gangguan dan bagaimana persepsi klien akan penyakitnya terhadap konsep dirinya
Perlu dikaji karena pasien sering
mengalami kecemasan terhadap penyakit dan prosedur perawatan
- Data Sosial
Bagaimana hubungan klien dengan
keluarga dan bagaiman peran klien dirumah dan dirumah sakit. Pada klien dengan
LNH mungkin terjadi gangguan interaksi sosial karena perubahan body image
sehingga pasien mungkin menarik diri
2.
Data Spiritual
Bagaimana persepsi klien terhadap
penyakit dan hubungan dengan agama yang dianut
3.
Pemeriksaan Fisik
Secara umum
- Meliputi keadaan pasien
- Kesadaran pasien
- Observasi tanda – tanda vital : tensi, nadi, suhu
dan respirasi
- TB dan BB untuk mengetahui keadaan nutrisi
Secara khusus :
Dilakukan secara inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi yang meliputi dari kepala ke kaki terhadap semua organ
tubuh antara lain
- Rambut
- Mata telinga
- Hidung mulut
- Tenggorokan
- Telinga
- Leher sangat penting untuk dikaji secara
mendetail karena LNH berawal pada serangan di kelenjar lymfe di leher
mel;iputi diameter (besar), konsistensi dan adanya nyeri tekan atau
terjadi pembesaran
- Dada Abdomen
- Genetalia
- Muskuloskeletal
- integumen
- Pemeriksaan penunjang
Laboratorium. EKG, Rontgen thoraks
serta therapy yang diperoleh klien dari dokter
3.1.1 Analisa Data
Data yang dikumpulkan dikelompokkan
meliputi : data subyektif dan data obyektif kemudian dari data yang
teridentifikasi masalah dan kemungkinan penyebab dapat ditentukan yang menjadi
acuan untuk menentukan diagnosa keperawatan.
3.2 Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit Limfoma Non-Hodgkin
diantaranya :
- Hipertermi berhubungan dengan perubahan
rangsangan imunologik akibat penyakit
- Nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh
tumor
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake nutrisi tidak adekuat (mual, anoreksia, iritasi
lambung)
- Ansietas berhubungan dengan kurang informasi
mengenai penyakit yang diderita (Limfoma Non-Hodgkin).
- RENCANA KEPERAWATAN
3.3 Implementasi
Pelaksanaan
merupakan pengolahan dari perwujudan rencana tindakan yang meliputi beberapa
kegiatan yaitu validasi rencana tindakan keperawatan mendokumentasikan rencana
tindakan keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan mengumpulkan data
(Lismidar, 1990).
3.4 EVALUASI
- Tujuan tercapai : kx mampu menunjukkan prilaku
pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan pernyataan tujuan yang
telah ditentukan.
- Tujuan tercapai sebagian : kx mampu menunjukkan
prilaku Hp hanya sebagian dari tujuan yang diharapkan.
- Tujuan tidak tercapai : bila kx tidak mampu atau
tidak sama sekali menunjukkan prilaku yang harapkan sesuai dengan tujuan
yang diharapkan (Lismidar, 1990)
BAB IV
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Limfoma Non-Hodgkin adalah suatu
keganasan primer pada jaringan limfoid yang bersifat padat. Penyebap LNH belum
diketahui secara pasti, namun terdapat beberapa faktor risiko yang
mempengaruhinya seperti usia, gender, ras, pajanan zat kimia dan radiasi,
infeksi virus serta kelainan dan kelemahan sistem imun.
Gejala klinis pada sebagian besar orang adalah asimptompik yaitu
tidak memunculkan gejala, namun pada beberapa orang yang terkena biasanya
mengalami demam, berkeringat pada malam hari, dan mengalami penurunan berat
badan. Penanganan LNH secara medis dilakukan sesuai dengan stadium penyakit,
yang mana dapat berupa pengobatan secara farmakologik maupun dengan terapi.
Asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Limfoma
Non-Hodgkin diberikan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul sehingga
penanganan yang diberikan dapat dilakukan dengan tepat.
3.2
Saran
Limfoma Non-Hodgkin dapat
dihindari/dikurangi kemungkinana terjadinya dengan mengurangi faktor
risiko seperti pajanan zat kimia berbahaya dan radiasi yang dapat menimbulkan
risiko terjadinya LNH. Selain itu dikatakan mengkonsumsi makanan yang bai
dan sehat, istirahat yang cukup serta menjalankan prilaku hidup sehat juga
dapat membantu mengurangi risiko terkena penyakit ini.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, Lyana. 2002. Kapita
Selekta Hematologi. EGC. Jakarta
Sylvia A.price, wilson Lorraine
M. 2006. Patofisiologi. EGC. Jakarta
Arif Mansjoer, Triyanti Kuspuji,
dkk. 2001. Kapita selekta kedoktern. Jakarta
Marilynn E.Doenges, Moorhouse
Mary Frances, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar