UMSurabaya S1 Keperawatan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara
umum, penyakit – penyakit sistem endokrin (endokrinopati) ditandai dengan
kelebihan atau kekurangan produksi hormon, yang klinisnya berupa keadaan hipofungsi
atau hiperfungsi. Gangguan – gangguan semacam ini sering kali berkaitan dengan
gangguan mekanis umpan balik.) seperti hipopituitari. Hipopituitari merupakan
kelainan fungsi kelenjar hipofisis yang mencakup gangguan akibat kekurangan
hormon GH atau yang dikenal Growth Hormon. Aktifitas beberapa organ
endokrin, misalnya hipofisis diatur oleh adanya hormon- hormon stimulator atau
inhibitor yang dihasilkan di hipotalamus. Di tempat-tempat lain, seperti
korteks adrenal, hormon-hormon yang diproduksi kelenjar tersebut menghambat
sintesis hormon-hormon topik yang dilepas oleh hipotalamus dan hipofisis, suatu
proses dikenal sebagai hambatan umpan balik (feedback inhibition).
Hipopituitarisme
pada anak menimbulkan gejala kerdill (dwarfism). Dwarfisme dapat
disebabkan oleh defisiensi GRH, defisiensi IGF-I, atau penyebab lainnya.
Beberapa kasus dwarfisme disebabkan oleh defisiensi seluruh sekresi kelenjar
hipofisis anterior atau disebut panhipopituitarisme selama masa anak-anak. Pada
umumnya, pertumbuhan bagian-bagian tubuh sesuai satu sama lain, tetapi
kecepatan pertumbuhannya sangat berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan
biasanya disebabkan oleh defisiensi GRH. Pada keadaan ini, respons hormon
pertumbuhan terhadap GRH tetap normal, tetapi sebagian penderita mengalami
kelainan pada sel-sel pensekresi hormon pertumbuhan.
Oleh
karena itu, kami menyusun makalah ini sebagai acuan materi pembelajaran sistem
endokrin kepada para mahasiswa. Diharapkan dengan adanya makalah ini, mahasiswa
dapat memahami dan membuat asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
hipopituitari dengan baik, tepat dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hypopituitari
adalah suatu kondisi di mana kelenjar pituitari (kelenjar kecil di dasar otak)
tidak menghasilkan satu atau lebih hormon atau tidak cukup dari mereka. Kondisi
ini dapat terjadi karena penyakit di hipofisis atau hipotalamus (bagian dari
otak yang berisi hormon yang mengendalikan kelenjar hipofisis). Ketika ada
produksi rendah atau tidak ada dari semua hormon hipofisis, kondisi ini disebut
panhypopituitarism. Kondisi ini dapat mempengaruhi baik anak-anak atau orang
dewasa.
Kelenjar
pituitari mengirimkan sinyal ke kelenjar lain (misalnya, kelenjar tiroid) untuk
menghasilkan hormon (misalnya, hormon tiroid). Hormon-hormon yang dihasilkan
oleh kelenjar hipofisis dan kelenjar lainnya memiliki dampak yang signifikan
terhadap fungsi tubuh, seperti pertumbuhan, reproduksi, tekanan darah, dan
metabolisme (proses fisik dan kimia tubuh). Bila satu atau lebih hormon ini
tidak diproduksi dengan benar, fungsi normal tubuh dapat terpengaruh. Beberapa
hormon seperti kortisol dan hormon tiroid mungkin memerlukan pengobatan yang
tepat, sedangkan yang lain tidak mungkin mengancam nyawa.
Kelenjar hipofisis menghasilkan beberapa
hormon. Beberapa hormon penting adalah sebagai berikut:
a.
Hormon
adrenokortikotropik (ACTH) adalah hormon yang merangsang kelenjar adrenal
(kelenjar pada ginjal yang menghasilkan hormon). ACTH memicu kelenjar adrenal
untuk melepaskan hormon yang disebut kortisol, yang mengatur metabolisme dan
tekanan darah.
b.
Thyroid-stimulating
hormon (TSH) adalah hormon yang merangsang produksi dan sekresi hormon tiroid
dari kelenjar tiroid (sebuah kelenjar dalam sistem hormon). Hormon tiroid
mengatur metabolisme tubuh dan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan.
c.
Hormon
follicle-stimulating hormon (FSH) dan luteinizing (LH) adalah hormon yang
mengontrol fungsi seksual pada pria dan wanita. Mereka juga dikenal sebagai
gonadotropin atau hormon seks (misalnya, estrogen, testosteron).
d.
Hormon
pertumbuhan (GH) adalah hormon yang merangsang pertumbuhan normal tulang dan
jaringan.
e.
Prolaktin
adalah hormon yang merangsang produksi susu dan pertumbuhan payudara wanita.
f.
Hormon
antidiuretik (ADH) adalah hormon yang mengontrol kehilangan air oleh ginjal.
g.
Dalam
hypopituitarism, satu atau lebih hormon hipofisis hilang. Kurangnya hormon
hasil pada hilangnya fungsi dari kelenjar atau organ yang mengontrol.
2.2 Etiologi
1.
Tumor
Otak
Kebanyakan kasus hypopituitarism disebabkan
adenoma hipofisis menekan jaringan normal di kelenjar, dan jarang lainnya tumor
otak luar kelenjar- craniopharyngioma, meningioma, Chordoma, ependymoma, glioma
atau metastasis dari kanker di tempat lain di tubuh.
2.
Infeksi,
peradangan dan infiltrasi otak
Pituitary juga dapat dipengaruhi oleh infeksi
pada otak ( abses otak , meningitis , ensefalitis ) atau kelenjar itu sendiri,
atau mungkin disusupi oleh sel-sel yang abnormal ( neurosarcoidosis ,
histiocytosis ) atau besi yang berlebihan ( hemochromatosis ). sindrom sella
Kosong tidak dapat dijelaskan hilangnya jaringan hipofisis, mungkin karena
tekanan luar. hypophysitis autoimun atau limfositik terjadi ketika sistem
kekebalan tubuh secara langsung menyerang hipofisis.
a.
Vascular
Sebagai kehamilan datang ke istilah , kelenjar
pituitari wanita hamil rentan terhadap tekanan darah rendah , seperti dapat
mengakibatkan bentuk perdarahan , kerusakan hipofisis akibat pendarahan setelah
melahirkan disebut sindrom Sheehan . hipofisis pitam adalah perdarahan atau
infark (kehilangan suplai darah) dari hipofisis. Bentuk lain dari stroke
semakin diakui sebagai penyebab hypopituitarism.
b.
Cedera
Fisik
Penyebab fisik eksternal untuk
hypopituitarism termasuk cedera otak traumatis , perdarahan subarachnoid ,
bedah saraf , dan radiasi pengion (misalnya terapi radiasi untuk tumor otak
sebelumnya).
c.
Bawaan
/ Keturunan
Bawaan hypopituitarism (hadir sejak lahir)
mungkin hasil komplikasi persalinan sekitar, atau mungkin hasil pembangunan
tidak cukup ( hipoplasia ) dari kelenjar, kadang-kadang dalam konteks kelainan
genetik tertentu. Mutasi dapat menyebabkan salah perkembangan cukup
kelenjar atau penurunan fungsi. Kallmann sindrom menyebabkan kekurangan
gonadotropin saja. Bardet-Biedl dan sindrom Prader-Willi telah dikaitkan dengan
kekurangan hormon hipofisis.
Penyebab hipofungsi hipofise dapat bersifat
primer dan sekunder. primer bila gangguan terdapat pada kelenjar hipofise itu
sendiri, dan sekunder bila gangguan terdapat pada hipotalamus.
- Primer:
Pembedahan, radiasi, tumor (primer atau metastasis), infeksi, infiltrasi
(sarkoidosis), hemokromatosis, autoimun, iskemia (termasuk sindrom
Sheehan), aneurisma karotis, trombosis sinus kavemosus, trauma.
- Sekunder
(disfungsi hipotalamus atau gangguan pada tangkai hipotalamus): Tumor
(termasuk kraniofaringioma), infeksi, infiltrasi, radiasi, pembedahan, dan
trauma.
Akibat dari hipopitutarisme adalah penurunan
berat badan yang ekstrim, pelisutan tubuh, atrofi semua kelenjar serta organ
endokrin, kerontokan rambut, impotensi, amenore, hipometabolisme, dan
hipoglikemia. Koma dan kematian akan terjadi jika tidak dilakukan terapi hormon
pengganti.
2.3 Patofisiologi
Infusiensi
hipofisis pada umumnya memengaruhi semua kelenjar hormon yang secara normal
disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. Oleh karena itu, manifestasi klinis
dari panhipopituitarisme merupakan gabungan pengaruh
metabolic akibat kekurangan sekresi masing-masing hormon hipofisis.
Beberapa
proses patologik dapat mengakibatkan infusiensi hipofisis dengan cara merusak
sel-sel hipofisis normal: (1) tumor hipofisis, (2) thrombosis vascular yang
mengakibatkan nekrosis kelenjar hipofisis normal, (3) penyakit granulomaltosa
infiltrative, dan (4) idiopatik atau mungkin penyakit yang bersifat autoimun.
Sindrom
klinis yang diakibatkan oleh panhipopituitarisme pada anak-anak dan orang
dewasa berbeda. Pada anak-anak, terjadi gangguan pertumbuhan somatic akibat
defisiensi pelepasan GH. Dwarfisme hipofisis (kerdil)
merupakan kosenkuensi dari defisiensi tersebut. Ketika anak-anak tersebut
mencapai pubertas, maka tanda-tanda seksual sekunder dan genetalia eksterna
gagal berkembang. Selain itu sering pula ditemukan berbagai derajat
infusiensi adrenal dan hipotiroidisme; mereka mungkin akan mengalami kesulitan
di sekolah dan memperlihatkan perkembangan intelektual yang lamban; kulit
biasanya pucat karena tidak adanya MSH.
Kalau
hipopituitarisme terjadi pada orang dewasa, kehilangan fungsi hipofisis sering
mengikuti kronologi sebagai berikut : defisiensi GH, hipogonadisme,
hipotiroidisme dan insufisiensi adrenal. Karena orang dewasa telah
menyelesaikan pertumbuhan somatisnya, maka tinggi tubuh pasien dewasa dengan
hipopituitarisme adalah normal. Manifestasi defisiensi GH mungkin dinyatakan
dengan timbulnya kepekaan yang luar biasa terhadap insulin dan terhadap hipoglikemia
puasa. Bersamaan dengan terjadinya hipogonadisme, pria menunjukkan penurunan
libido, impotensi dan pengurangan progresif pertumbuhan rambut dan bulu di
tubuh, jenggot dan berkurangnya perkembangan otot. Pada wanita,
berhentinya siklus menstruasi atau amenorea, merupakan tanda awal
dari kegagalan hipofisis. Kemudian diikuti oleh atrofi payudara dan genetalia
eksterna. Baik laki-laki maupun perempuan menunjukkan berbagai tingkatan
hipotiroidisme dan infusiensi adrenal. Kurangnya MSH akan mengakibatkan kulit
pasin ini kelihatan pucat.
Kadang kala pasien memperlihatkan kegagalan
hormon hipofisis saja. Dalam keadaan ini, penyebab defisiensi agaknya terletak
pada hipotalamus dan mengenai hormon pelepasan yang bersangkutan.
Pada
pasien dengan panhipopituitarisme, tingkat dasar hormon tropic ini rendah, sama
dengan tingkat produksi hormon kelenjar target yang dikontrol oleh
hormon-hormon tropik ini.Pasien dengan hipopituitarisme, selain memiliki
tingkat hormon basal yang rendah, juga tidak merespons terhadap pemberian
hormon perangsang sekresi. Uji fungsi hipofisis kombinasi dapat dilakukan pada
pasien ini dengan menyuntikkan (1)insulin untuk menghasilkan hipoglikemia, (2)
CRH, (3) TRH, dan (4) GnRH. Hipoglikemia dengan kadar serum glukosa yang kurang
dari 40 mg/dl, normalnya menyebabkan pelepasan GH, ACTH, dan kortisol; CRH
merangsang pelepasan ACTH dan kortisol; TRH menrangsang pelepasan TSH dan
prolaktin; sedangkan GnRH merangsang pelepasan FSH dan LH. Pasien dengan
panhipopitutarisme gagal untuk merespon empat perangsang sekresi tersebut.
Selain studi biokimia, juga disarankan pemeriksaan radiografi kelenjar
hipofisis pada pasien yang diperkirakan menderita hipofisis, karena tumor-tumor
hipofisis seringkali menyebabkan gangguan-gangguan ini.
2.4 Manifestasi Klinis
1.
Tanda-tanda
klinis sesuai dengan penyebabnya, misalnya bakteremia, viral, hepatitis, dan
trauma.
2.
Gangguan
penglihatan dan papiledema.
3.
Tanda-tanda
deficit gonadotropin.
- Menurun
kadar FSH, LH serum, dan steroid gonad.
- Anak-anak
mengalami terlambat pubertas.
- Dewasa:
Wanita (oligomenorea atau amenorea, atrofi uterus dan vagina, potensial
atrofi payudara, serta hilangnya libido); Pria (hilangnya libido, jumlah
sperma berkurang, gangguan ereksi, tedtis mengecil, dan rambut tubuh
rontok).
- Manifestasi
deficit hormon pertumbuhan.
a)
Anak-anak
Pertumbuhan lambat, tetapi bagian tubuh
proporsional, terlalu banyak jaringan lemak, tetapi pertumbuhan otot buruk.
Ø Terlambat pubertas, tetapi pada akhirnya
perkembangan seksual normal
Ø Kadar hormon pertumbuhan serum menurun.
b)
Dewasa
Ø Tubuh pendek sekali.
Ø Pertumbuhan otot buruk sehingga cepat lelah.
Ø Emosi labil.
Ø Manifestasi defisit prolaktin (ibu
pascapartum tidak mengeluarkan air susu dan kadar prolaktin serum
kurang).
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
- 17-ketosteroid
urin, 17-hidrokortikosteroid dan kortisol plasma: menurun.
- Defisiensi
kortisol serum, tiroksin, testosteron, estrogen, dan hormon pertumbuhan.
- Kurangnya
kompensasi untuk peningkatan kadar ACTH, TSH, follicle-stimulating
hormon (FSH), luteinizing hormon (LH), dan GH
serum.
- Tes
tolerancia insulin
- Pencitraan:
Sinar-x: perubahan Skull-sellar
CT-scan atau MRI kepala
a.
Pemeriksaan
oftalmologik
Défisit lapang pandang
Penurunan ketajaman
b.
Pemeriksaan
endokrin: tes stimulasi ACTH dan TRH
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan
laboraturium
Pengeluaran 17
ketosteroid dan 17 hidraksi kostikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
Nilai normal BMR:
Dihitung dengan rumus BMR (0,75 x pulse) +
(0,74 x Tek Nadi)-72
Normalnya -10 sampai 15%
2.
Pemeriksaan
radiologi atau Rontgenologis Sella Tursika
a.
Foto
polos kepala
Dilakukan untuk melihat kondisi sella
tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik
secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah
penting.
b.
Pneumoensefalografi
c.
Poliomografi
berbagai arah (multi direksional)
d.
CT scan
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya
tumor pada hipofise atau hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan
khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam tidak bergerak selama
prosedur.
3.
Pemeriksaan
Lapang Pandang
Kelainan lapang
pandang mencurigakan adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma
optic.Pemeriksaan Diagnostik
4.
Pemeriksaan
kortisol, T3 dan T4 serta esterogen atau testosterone
Hasil normal:
Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl
T3 dan T4 serum:
Specimen yang dibutuhkan adalah darah vena
sebanyak 5-10 cc.
a.
Nilai
normal pada orang dewasa:
Jodium
bebas: 0,1-0,6 mg/dl
T3:
0,2-0,3 mg/dl
T4:
6-12 mg/dl
b.
Nilai
normal pada bayi/anak:
T3:
180-240 mg/dl
5.
Pemeriksaan
ACTH, TSH dan LH
Hasil
normal:
ACTH
menurun kadarnya dalam darah.
TSH
normal 6-10 mikrogram/ml
LH
normal 6-10 mikrogram/ml
6.
Tes
provokatif
Menggunakan stimulant atau supresan hormon,
dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar hormon serum
2.7 Penatalaksanaan
1.
Kausal
Bila disebabkan
oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi. Bila gejala-gejala tekanan oleh tumor
progresif dilakukan operasi.
2.
Terapi
Substitusi
a.
Hidrokortison
antara 20-30 mg/24 jam diberikan per-os, umumnya disesuaikan dengan siklus
harian sekresi steroid yaitu 10-15 mg waktu pagi dan 10 mg waktu malam.
Prednison dan deksametason tidak diberikan karena kurang menyebabkan retensi
garam dan air, bila terdapat stress (infeksi, operasi, dan lain-lain), dosis
oral dinaikkan atau diberikan cairan per-infus NaCl-glukosa, steroid dan
vasopreses.
b.
Esterogen
diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus haid. Berikan
juga androgen dosis setengah pada laiki-laki dan hentikan bila ada gejala
virilisasi.
c.
Puluis
tiroid/ tiroksin diberikan setelah terapi hidrokortison.
d.
Testosterone
pada penderita laki-laki berikan suntikan testoteron enantot atau testosterone
sipirionat 200 mg intramuscular tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan
fluoxymestron 10 mg per-os tiap hari.
Tumor hipofisis dapat diobati dengan
pembedahan radioterapi atau obat. Misalnya akromegali dan hiperprolaktinemia
dengan himokriptin
2.8 Komplikasi
1.
Kardiovaskular
- Hipertensi
- Tromboflebitis
- Tromboembolisme
- Percepatan
uterosklerosis
- Imunologi
Peningkatan risiko
infeksi dan penyamaran tanda-tanda infeki.
2.
Perubahan
mata
- Glaucoma
- Lesi
kornea
- Musculoskeletal
a)
Pelisutan
otot
b)
Kesembuhan
luka yang jelek
c)
Osteoporis
dengan fraktur kompresi vertebra, fraktur patologik tulang panjang, nekrosis
aseptic kaput femoris.
d)
Metabolik
1.
Perubahan
pada metabolism glukosa syndrome penghentian steroid.
2.
Perubahan
penampakan
a.
Muka
seperti bulan (moon face)
b.
Jerawat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Tanggal
: 02 Februari 2015
Ruangan
: Ruang Rawat Inap RS . . . . . .
1.1
Identitas
Nama
pasien : Ny. W
Umur
: 65 th
No.Register
: 374XXX
Jenis
kelamin : Perempuan
Suku
bangsa : Indonesia
Pekerjaan
: -
Pendidikan
: -
Alamat
: -
Tanggal
MRS : -
Diagnosa
Medis Hipopituitari
1.2
Status Kesehatan
Keluhan
utama saat pengkajian : Nafsu Makan Menurun
1.3
Riwayat kesehatan
1. Riwayat
kesehatan/ penyakit sekarang :
klien merasa Lesu, mual muntah dan nafsu
makan menurun.
2. Riwayat
kesehata penyakit dahulu :
-
3. Riwayat
kesehatan/ penyakit keluarga
-
4. Genogram
-
1.4 Pola
Fungsi Kesehatan
1.
Pola penatalaksanaan kesehatan /
persepsi sehat
-
2.
Pola nutrisi – metabolik
SMRS
: klien mengatakan makan seperti biasanya tidak ada keluhan
MRS
: - klien mengatakan nafsu makan menurun , sering mual setelah makan
-
Badan tampak lemas
-
Tampak pucat
MK:
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3.
Pola Eliminasi
Eliminasi
Alvi
-
Eliminasi
Urin
-
4.
Pola istirahat dan tidur
-
5.
Pola Aktivitas – Latihan
-
6.
Pola kognitif-perseptual-keadekuatan
alat sensori
-
7.
Pola persepsi dan konsep diri
-
a.
Gambaran diri : -
b.
Harga diri -
c.
Ideal diri : -
d.
Peran diri : -
e.
Identitas diri : -
8.
Pola reproduksi seksual
-
9.
Pola hubungan peran
a.
Persepsi klien tentang pola hubungan
-
b.
Persepsi klien tentang peran dan
tanggung jawab
-
10.
Mekanisme koping
a.
Kemampuan mengendalikan stress
-
11.
Pola tata nilai dan kepercayaan
-
1.5 Pemeriksaan
penunjang
1.
Pemeriksaan laboratorium
DL+DFF
-
Hemoglobin 11 g/dL
-
Jumlah eritrosit 3.0 x 109
/ L
-
trombosit 99 x 109
/L
-
Hiponatriumia 118 mmol/L
-
albumin 25 g/L
-
Serum proktin 343 mIU / L
2.
Pemeriksaan radiologi
-
3.
Pemeriksaan lai-lain
TD
= 98/60mmHg
N
= -
S
= -
RR
= -
4.
Terapi dan diet
1.
rituximah,
2.
siklofosfamid,
3.
vinkristin,
4.
doksorubisia, dan
5.
prednisoion (R-(HOP).
3.2
Analis Data
DATA
|
ETIOLOGI
|
PROBLEM
|
DS : klien mengatakan
tidak nafsu makan, mual muntah.
DO : - Tampak Pucat
- Nafsu makan menurun
- Lesu
|
Nafsu Makan
Menurun
|
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
|
DS : Klien mengatakan
Lesu
DO : - Edema
- Keletihan
-Hipotensi TD 98/60 MmHg
|
Penurunan
curah jantung
|
Penurunan Curah
Jantung
|
DS : Klien Mengatakan
Perubahan Dalam Sensasi Nafsu Makan
DO : -Edema Perifer
- Tampak Pucat
|
Gangguan Perfusi
Jaringan Perifer
|
3.3 Diagnosa Keperawatan
1.
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan Tubuh b.d Hilang Nafsu Makan
2.
Penurunan Curah Jantung
3.
Gangguan Perfusi Jaringan Perifer b/d
hipovolemia
3.4 Intervensi Keperawatan
DX
1 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Hilang Nafsu Makan
Tujuan :
Kriteria
Hasil :
No.
|
Diagnosa
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan nafsu makan, mual muntah
|
1. Manajemen
nutrisi
2. Pantau
berat badan klien
3. Konsultasikan
pada ahli gizi
|
1. Untuk
membantu dan menyediakan asupan makanan dan cairan diet seimbang
2. Untuk
mengetahui pencapaian kenaikan berat badan
3. Untuk
menentukan asupan kalori harian yang dibutuhkan pasien untuk mencapai target
berat badan yang normal
|
DX
2 Penurunan Curah Jantung
Tujuan :
Kriteria
Hasil :
No.
|
Diagnosa
|
Intervensi
|
Rasional
|
2.
|
Penurunan Curah
Jantung
|
1. Pantau tanda vital:
tensi, irama jantung
2. Kaji pengisian
kapiler dan nasi perifer
3. Ukur jumlah haluaran
urine
4. Kolaborasi pemberi
O2
|
1.
Krisis addison mungkin menyebabkan tekanan darah menurun.
Frekwensi jantung yang tidak teratur akan menimbulkan penurunan curah
jantung.
2.
Pengisian kapiler yang memanjang, nadi yang lambat & lemah
merupakan indikasi terjadi syok.
3.
Walaupun biasanya ada poliuria penurunan haluaran urine
menggambarkan penurunan perfusi ginjal oleh penurunan curah jantung.
4.
Kadar O2 yang maksimal dapat membantu menurunkan kerja
jantung.
|
DX
3 Gangguan Perfusi Jaringan Perifer b/d hipovolemia
Tujuan :
Kriteria
Hasil :
No
|
Diagnosa
|
Intervensi
|
Rasional
|
3.
|
Gangguan
perfusi jaringan b/d hipovolemia
|
1. Observasi keluhan pusing, kesadaran klien.
2. Lakukan pengukuran tanda vital tiap 2 jam
3. Kaji keadaan kulit: dingin,
sianosis, keringat, pengisian kapiler.
4. Anjurkan kepada keluarga pasien untuk
melaporkan kepada tim kesehatan jika ada indikasi hipovolemia
5. Kolaborasi:
-
Berikan
oksigen
-
Berikasn
cairan IV
-
Siapkan
transfuse
|
1. Perubahan menunjukan ketidakadekuatan
perfusi serebral.
2. Menunjukan indikasi adekuatnya keseimbangan
cairan.
3. Untuk
menunjukkan respon penurunan volume sirkulasi
4. Agar
tidak lebih parah
5. Sebagai
tindakan infasif apabila terjadi hipovolemia
|
3.5 Aspek Legal Etik
3.5.1
Aspek
Legal
Dalam kasus ini, peran perawat sebagai advokat harus bertanggung jawab membantu klien dan keluarga
dalam hal inform concern atas tindakan keperawatan yang dilakukan. Selain itu
juga harus mempertahankan dan melindungi hak-hak klien serta memastikan kebutuhan
klien terpenuhi
3.5.2
Etik
Keperawatan
(a)
Otonomi
Prinsip
bahwa individu mempunyai hak menentukan diri sendiri, memperoleh kebebasan dan
kemndirian.
Perawat
yang mengikuti prinsip ini akan menghargai keluhan gejala subyektif (missal :
nyeri), dan meminta persetujuan tindakan
sebelum prosedur dilaksanakan
(b)
Nonmaleficience
Prinsip menghindari tindakan yang
membahayakan. Bahaya dapat berarti dengan sengaja, resiko atau tidak
sengaja membahayakan
Contoh :
kecerobohan perawat dalam meberikan pengobatan menyebabkan klien
mengalami cedera
(c)
Benificience
Prinsp
bahwa seseorang harus melakukan kebaikan. Perawat melakukan kebaikan dengan mengimplementasikan tindakan yang
menguntungkan atau bermanfaat bagi klien.
Dapat
terjadi dilemma bila klien menlak tindakan tersebut, atau ketika petugas
kesehatan berperan sebagai peneliti
(d)
Justice
Prinsip
bahwa individu memiliki hak diperlakukan setara.
Contoh :ketika perawat bertugas
sendirian sementara ada beberapa pasien di sana maka perawat perlu
mempertimbangkam situasi dan kemudian melakukan
tindakan secara adil.
(e)
Fidelity
Prinsip
bahwa individu wajib setia terhadap setiap komitmen atau kesepakatan dan
tanggungjawab yang dimiliki.
Kesetiaan
juga melibatkan aspek kerahasiaan atau
privasi dan komitmen adanya kesesuaian anatara informasi dengan fakta
(f)
Veracity
Mengacu
pada mengatakan kebenaran(Bok, 1992) mengaakan bahwa bohong pada orang sakit
atau menjelang ajal jarang dibenarkan.
Kehilangan
kepercayaan terhadap perawat dan kecemasan karena tidak mengetahui kebenaran
biasanya lebih merugikan.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kelenjar
endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan hasil sekresinya
langsung kedalam darah yang beredar dalam jaringan. Kelenjar hipofisis terbagi
menjadi 2 lobus yaitu hipofisis anterior terdiri dari hormon-hormon yaitu
hormone pertumbuhan, hormone Adrenokortikotropin, hormone perangsang tiroid
(Tirotropin), prolaktin dan Hormone Perangsang Folikel dan Hormone Luteinisasi.
Hipofisis posterior terdiri dari hormon-hormon yaitu hormone antidiuretik dan
hormone oksitoksin.
Hipopituitari adalah hiposekresi satu atau lebih hormone hifopisis anterior. (Barbara C. Long).
Hipopituitari adalah hiposekresi satu atau lebih hormone hifopisis anterior. (Barbara C. Long).
Penyebab
hipofungsi hipofisis termasuk diantaranya :
1. Defek
perkembangan Kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari atau hipogonadisme.
2. Tumor
yang merusak hipofise (mis., adenoma hipofise nonfungsional) atau merusak
hipotalamus (mis., kraniofaringioma atau glioma).
3. Iskemia,
seperti pada nekrosis postpartum (sindrom Sheehan ‘s).
4.2 Saran
Kepada pembaca makalah ini, penulis sarankan
untuk lebih memahami penyakit Hipopituitari
ini supaya dapat membedakannya dengan penyakit secara umumnya.Kepada perawat
agar dapat memberikan asuhan keperawatan terutama saat mengkaji klien haruslah
dengan kenyataan atau tanda dan gejala yang klien rasakan agar tidak salah
dalam melakukan diagnosa dan rencana keperawatannya.
DAFTAR PUSTAKA
C. Long, Barbara. 1996. Perawatan
Medikal Bedah Edisi 3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.
Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana
Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: ECG.
Hayes, Evelyn. R dan Joyce. L.Kee.1996. Farmakologi
Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: ECG.
The casino site in Singapore, check out the slot games available
BalasHapusThe online slot machines available at The Casino site in Singapore, check out the luckyclub.live slot games available in Singapore, check out the slot games available in Singapore, check out the slot games available in