Jumat, 20 Maret 2015

Asma bronkhial


BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang

Asma bronkhial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan ( The American Thoracic Society ).

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1.      Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik.
2.      Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3.      Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.

A.    Faktor predisposisi

a)      Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

B.     Faktor presipitasi

a)      Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

1)      Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan 
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2)      Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3)      Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan

Ø  Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.  Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

Ø  Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang  timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami
stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

Ø  Lingkungan kerja 
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

Ø  Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

2.1  Tujuan
1.1.1                    Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu menyusun asuhan keperawatan klien dengan hipertensi.
1.1.2                    Tujuan Khusus

1.      Mengetahui dan memahami Defenisi Asma  bronkiale
2.      Mengetahui dan memahami Tingkatan Asma  bronkiale
3.      Mengetahui dan memahami Klafisikasi Asma  bronkiale
4.      Mengetahui dan memahami Patofisiologi Asma  bronkiale
5.      Mengetahui dan memahami Patogenesis Asma  bronkiale
6.      Mengetahui dan memahami Gambaran Klinis Asma  bronkiale
7.      Mengetahui dan memahami Faktor Resiko Asma  bronkiale

3.1  Rumusan Masalah

1.      Apa Defenisi Asma  bronkiale ?
2.      Apa tinggkatan Asma  bronkiale ?
3.      Apa Klasifikasi Asma  bronkiale ?
4.      Apa Patofisiologi Asma  bronkiale ?
5.      Apa Patogenesis Asma  bronkiale ?
6.      Bagaimana GAmbaran Klinis Asma  bronkiale ?
7.      Apa Faktor Resiko Asma  bronkiale ?



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Definisi    
Asma  bronkiale  adalah  suatu  penyakit  dengan  ciri  meningkatnya  respon trakea  dan  bronkus  terhadap  berbagai  rangsangan  dengan  manifestasi  adanya penyempitan  jalan  nafas  yang  luas  dan  derajatnya  dapat  berubah-ubah,  baik secara spontan  maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman, 1990).  Pengertian lain dari asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa  trakea  dan  bronki  berespons  dalam  secara  hiperaktif  terhadap  stimuli tertentu.  Asma  dimanifestasikan  dengan  penyempitan  jalan  nafas  yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (Smeltzer & Bare, 2002).  Prinsip  yang  mendasari  asma  menurut  beberapa  definisi  diatas  bahwa  pada asma  bronkial  ini  terjadi  penyempitan  bronkus  yang  bersifat  reversible  yang terjadi  oleh  karena  bronkus  yang  hiperaktif  mengalami  kontaminasi  dengan antigen. Asma  bronkial  juga bisa dikatakan  suatu  sindrom  yang  ditandai  dengan adanya  sesak  nafas  dan  wheezing  yang  disebabkan  oleh  karena  penyempitan menyeluruh dari saluran nafas intra pulmonal
2.2  Tingkatan Asma
Membedakan  tingkatan  asma  dalam  tiga  tingkatan,  yaitu  asma bronkial  intermitten,  status  asmatikus,  dan  asma  emergency.  Asma  Bronkial intermitten  adalah  asma  di  luar  serangan  tidak  menimbulkan  gejala,  pada pemeriksaan faal paru tanpa provokasi normal. Meskipun tidak begitu berat, asma intermitten  ini  cukup  mengganggu  aktifitas  sehari-hari.  Tingkatan  kedua  adalah status  asmatikus.  Serangan  asma  pada  tingkatan  ini  sangat  berat.  Asma  pada tingkatan  ini  tidak  dapat  diatasi  dengan  obat-obatan  konvensional.  Tingkatan ketiga  adalah  asma  emergency.  Asma  pada  tingkatan  ini  dapat  menyebabkan kematian.  Saluran  jalan  nafas  pada  pasien  asmatikus  emergency  terlalu  sensitif, yang  diperparah  lagi  dengan  adanya  faktor  pencetus  yang  terus  menerus. Penilaian  beratnya  asma  diperlukan  untuk  memulai  pengobatan,  karena derajat  beratnya  asma  akan  menentukan  jenis  dan  dosis obat  yang  akan dipakai. Berdasarkan  panduan,  derajat  beratnya  asma  ditentukan  oleh  frekuensi  gejala asma,  frekuensi  bangun  malam  serta  beratnya  gangguan  fungsi  paru.  Beratnya gangguan fungsi paru dinilai berdasarkan persentase (%) nilai prediksi APE (arus puncak ekspirasi), atau nilai terbaik APE pasien tersebut (Sundaru, 2002).
2.3  Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Pada  klasifikasi  ini,  asma  bronkial  dibedakan  antara  faktor–faktor  yang menginduksi  inflamasi  dan  menimbulkan  penyempitan  saluran  nafas  dan hiperaktivitas (inducers) dengan  faktor  yang  dapat  mencetuskan  konstriksi  akut pada penderita yang sensitif (inciters). Pada klasifikasi ini, asma terbagi menjadi 2 macam, yaitu asma ekstrinsik dan asma intrinsik.
a)      Asma Ekstrinsik
Asma  ekstrinsik,  sebagian  besar  ditemukan  pada  pasien  anak.  Jenis asma  ini  disebabkan  oleh  alergen.  Gejala  awal  dapat  berupa hay  fever  atau ekzema yang timbul karena alergi (imunologi individu peka terhadap alergen) dan  dalam  keadaan  atopi.  Alergen  yang  menyebabkan  asma  ini  biasanya berupa  protein  dalam  bentuk  serbuk  sari  yang  dihirup,  bulu  halus  binatang, kain  pembalut,  atau  yang lebih  jarang  terhadap  makanan  seperti  susu  atau coklat. Perlu diketahui meskipun alergen tersebut dalam jumlah yang sedikit, tetap  dapat  menyerang  asma  pada  anak.  Namun  demikian,  jenis  asma  ini dapat sembuh seiring dengan pertumbuhan usia.
b)      Asma Intrinsik
Asma  intrinsik  atau  idiopatik,  sering  tidak  ditemukan  faktor  pencetus yang  jelas.  Faktor  yang  non  spesifik  seperti  flu  biasa,  latihan  fisik,  atau emosi,  dapat  memicu  serangan  asma.  Asma  intrinsik  cenderung  lebih  lama berlangsung  dibandingkan  dengan  asma  ekstrinsik.  Asma  intrinsik  ini  lebih sering  timbul  pada  individu  yang  usianya  di  atas  40  tahun.  Biasanya, penderita  asma  ini  juga  terserang  polip  hidung,  sinusitis  berulang,  dan obstruksi  saluran  pernafasan  berat  yang  memberikan  respons  pada  aspirin yang  telah  dicampur  dalam  berbagai  macam  kombinasi.  Serangan  asma  ini berlangsung  lama  dan  disertai  adanya  mengi  tanpa  faktor  atopi.  Terjadinya serangan asma yang terus menerus dapat  menyebabkan bronkitis  kronik dan emfisema.
2.4  Patofisiologi
Ciri  khas  pada  asma  bronkial  adalah  terjadinya  penyempitan  bronkus,  yang disebabkan  oleh  spasme  atau  konstriksi  otot-otot  polos  bronkus,  pembengkakan atau  edema  mukosa  bronkus,  dan  hipersekresi  mukosa/  kelenjar  bronkus (Smeltzer,  2002;  Sundaru,  2001).  Saluran  nafas  yang  sering  terserang  adalah bronkus  dengan  ukuran  3-5  mm,  tetapi  distribusinya  meliputi  daerah  yang  luas. Walaupun  asma  pada  prinsipnya  adalah  suatu  kelainan  pada  jalan  pernafasan, akan tetapi dapat pula menyebabkan gangguan pada bagian fungsional paru (Rab, 1996).  Smeltzer  (2002)  menjelaskan  lebih  lanjut  bahwa  otot-otot  bronkial  dan kelenjar  mukosa  membesar.  Sputum  yang  kental  banyak  dihasilkan  dan  alveoli menjadi  hiperinflasi  dengan  udara  terperangkap  dalam  jaringan  paru  (Smeltzer, 2002).  Ketiga  faktor  tersebut  selanjutnya  dapat  menimbulkan  hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis pernafasan pada tahap yang sangat lanjut.
2.5  Patogenesis
Konsep  patogenesis  asma  adalah  inflamasi  kronis,  berupa  penyempitan dinding saluran pernafasan yang menyebabkan aliran udara yang keluar semakin terbatas,  selain  itu  saluran  nafas  yang  semakin  responsif  ketika  menerima rangsangan dari beberapa stimulan. Ciri khas inflamasi saluran pernafasan adalah bertambahnya  jumlah  aktivitas  eosinofil,  sel  mast,  makrofag,  limfosit  T  di mukosa  saluran  pernafasan  dan  lumen.  Bersamaan  dengan  terjadinya  inflamasi kronis  terjadi,  stimulan  epitel  brokial  memperbaiki  radang  sehingga  terjadi pergantian  fungsi  dan  struktural  (biasanya  disebut  remodeling).  Hal  ini berlangsung  secara  terus  menerus  sehingga  timbul  gambaran  khas  asma  dari respon inflamasi dan remodeling saluran pernafasan Masuknya  agen  lingkungan  ke  dalam  pejamu  dapat  menimbulkan  pengaruh yang  merugikan  terhadap  sel  saluran  pernafasan.  Saluran  pernafasan  terdiri  dari otot  polos  dan  sel-sel  kelenjar  traktus  respiratorius.  Pengaruh  agen  lingkungan yang kuat dapat menyebabkan peningkatan kontraktilitas dengan bronkonspasme dan peningkatan sekresi mukus yang merupakan ciri khas dari asma.  Pada  mekanisme  imun,  masuknya  agen  lingkungan  ke  dalam  tubuh  diolah oleh  APC  (Antigen  Presenting  Cells =  sel  penyaji  antigen),  untuk  selanjutnya hasil  olahan  agen  lingkungan  tersebut  dikomunikasikan  kepada  sel  Th  (T penolong).  Sel  T  penolong  memberikan  paparan  agent  lingkungan  kepada interleukin  atau  sitokin  agar  sel–sel plasma  membentuk  IgE,  dan  beberapa  agen melewati sel fagosit atau sel mediator terlebih dahulu. Sel fagosit adalah elemen-elemen yang terlibat dalam proses penelanan dan memakan partikel–partikel dari lingkungan eksterna; dapat dipandang sebagai penghalang antara lingkungan dan sel sasaran, melindungi sel  sasaran dari  injuri  selanjutnya.  Fagositosis dilakukan oleh makrofag, neutrofil, dan eosinofil. Sel-sel ini, bersamaan dengan mekanisme efektor  yang  dipicu  dalam  mobilitasnya.  Beberapa  faktor  kemotaktik  yang dibangkitkan  dari  sistem  komplemen  atau  berasal  dari  limfosit  yang  dapat menyebabkan  berkumpulnya  sel-sel  fagosit  di  daerah  inflamasi.  Pengaruh  dari proses  ini  adalah  mobilisasi  sel  fagosit  yang  digunakan  untuk  perlindungan  sel sasaran dari injuri. Namun terkadang sel fagosit dapat  menambah  injuri jaringan dengan  keluarnya  produk–produk  intraseluler,  seperti  terjadinya  alterasi  dalam kumpulan epitel, abnormalitas dalam kontrol saraf autonomik pada irama saluran pernafasan,  mukus  hipersekresi,  perubahan  fungsi  mokosiliary,  dan  otot  polos pada saluran pernafasan yang responsif.  Agen lingkungan juga melakukan interaksi dengan sel mediator. Sel mediator melakukan fungsinya dengan melepaskan zat-zat kimia yang mempunyai aktivitas biologik,  misalnya  menambah  permeabilitas  dinding  vaskuler,  edema  saluran pernafasan,  infiltrasi  sel-sel  radang,  sekresi  mukus  dan  fibrosis  sub  epitel sehingga  menimbulkan  saluran  pernafasan  yang  hiperrespons.  Sel-sel  mediator, hampir  sama  dengan  sel  sasaran  yang  mewakili  jenis  kelompok morfologi heterogen  seperti  sel  mast,  basofil,  dan  neutrofil  yang  mampu  mempengaruhi asma.  Respon  interaksi  agen  lingkungan  terhadap  sel-sel  mediator,  terjadi pembentukan dan pelepasan beberapa zat yang dapat berpotensi sebagai pencetus asma.  Zat-zat  tersebut  diantaranya  histamin,  serotinin,  kinin,  prostaglandin, tromboksan, leukotrin C4, D4, dan E4 (yang merupakan substansi reaktif lambat dari  anafilaksis),  faktor  kemotaktik  eosinofilik  dari  anafilaksis  (ECF-A),  dan faktor  pengaktif  trombosit.  Terbentuknya  zat  tersebut,  dapat  mempengaruhi respons  imunologi  nonspesifik  dan  bekerja dengan  sel  sasaran  seperti  alergi  dan asma  ekstrinsik,  atau  sel  fagosit  dengan  peningkatan  kemotaksik. Bronkokonstriksi timbul akibat adanya reaksi hipersensitivitas tipe I dan tipe IV. Reaksi hipersensitivitas  adalah  reaksi imun  yang  patologik, terjadi akibat  respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
2.6  Gambaran klinis
Gambaran  klinis  asma  adalah  serangan  episodik  batuk,  mengi,  dan  sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada  asma  alergik  mungkin  disertai  pilek  atau  bersin.  Meskipun  pada  mulanya batuk  tanpa  disertai  secret,  tetapi  pada  perkembangan  selanjutnya  pasien  akan mengeluarkan  secret  baik  yang  mukoid,  putih  kadang-kadang  purulen.  Ada sebagian  kecil  pasien  asma  yang  gejalanya  hanya  batuk  tanpa  disertai  mengi, dikenal dengan istilah cough varian asthma. Bila  hal  yang  terakhir  ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan  spirometri  sebelum  dan  sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin. Pada  asma  alergik,  sering  berhubungan  antara  pemanjaan  alergen  dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap  faktor  pencetus non-alergik  seperti  asap  rokok,  asap  yang  merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca. Asma  alergik  berbeda  dengan  asma  akibat  pekerjaan.  Gejalanya  biasanya memburuk pada awal minggu dan membaik pada akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila  pasien  dijauhkan  dari    lingkungan  kerjanya,  seperti  sewaktu  cuti  misalnya. Pemantauan  dengan  alat peak  flow  meter  atau  uji  provokasi  dengan  bahan tersangka  yang  ada  di  lingkungan  kerja  mungkin  diperlukan  untuk  menegakkan diagnosis (Sundaru,2001) 
2.7  Faktor risiko asma bronkhial
Paparan  alergen  merupakan  faktor  risiko  penyebab  individu  memiliki kepekaan  atopi  terhadap  alergen  spesifik,  dapat  membuat  individu  mengalami asma  berat,  dan  gejala  asma  berlangsung  secara  terus  menerus.  Walaupun  sebagian  besar  pertanyaan  belum  dapat  dipecahkan  apakah  paparan  terhadap alergen  benar–benar  sebagai  penyebab  utama  terjadinya  asma  atau  hanya pencetus  terjadinya  serangan  asma  atau  pasti  dapat  membuat  gejala  asma berlangsung terus menerus.
a)      Debu rumah
Asma  bronkiale  disebabkan  oleh  masuknya  suatu  alergen  misalnya tungau  debu  rumah  yang  masuk  ke  dalam  saluran  nafas  seseorang  sehingga merangsang  terjadinya  reaksi  hipersentitivitas  tipe  I.  Tungau  debu  rumah ukurannya  0,1 -  0,3  mm  dan lebar  0,2  mm,  terdapat  di  tempat-tempat  atau benda-benda  yang  banyak  mengandung  debu.  Misalnya  debu  yang  berasal dari  karpet  dan  jok  kursi,  terutama  yang  berbulu  tebal  dan  lama  tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama
b)      Aktifitas fisik
Asma  yang  timbul  karena  bergerak  badan  terjadi  bila  seseorang mengalami  gejala-gejala  asma  selama  atau  setelah  berolahraga  atau melakukan  gerak  badan.  Pada  saat  penderita  dalam  keadaan  istirahat,  ia bernafas  melalui  hidung.  Sewaktu  udara  bergerak  melalui  hidung,  udara  itu dipanaskan  dan  menjadi  lembab.  Saat  melakukan  gerak  badan,  pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume udara yang dihirup bertambah  banyak.  Hal  ini  dapat  menyebabkan  otot  yang  peka  di  sekitar saluran pernafasan mengencang sehingga saluran udara menjadi lebih sempit, yang  menyebabkan  bernafas  menjadi  lebih  sulit  sehingga  terjadilah  gejala-gejala asma (Muzayin, 2004). Sebagian  besar  penderita  asma  akan  mendapat  serangan  asma  jika melakukan  olah  raga  yang  cukup  berat.  Penyelidikan  menunjukkan  bahwa macam, lama, dan beratnya olah raga menentukan timbulnya asma. Lari cepat paling  mudah  menimbulkan  asma,  kemudian  bersepeda,  sedangkan  renang dan  jalan  kaki  yang paling  kecil  resikonya  (Sundaru,  2002).  Olah  raga  juga dapat  berlaku  sebagai  suatu  iritan  karena  terjadi  aliran  udara  keluar  masuk paru  dalam  jumlah  besar  dan  cepat.  Udara  ini  belum  mendapatkan pelembaban (humidifikasi),  penghangatan,  atau  pembersihan  dari  partikel-partikel  debu  secara  adekuat  sehingga  dapat  mencetuskan  serangan  asma (Corwin, 2001).
c)      Perubahan cuaca
Kondisi  cuaca  yang  berlawanan  seperti  temperatur  dingin,  tingginya kelembaban  dapat  menyebabkan  asma  lebih  parah.  Epidemik  yang  dapat membuat  asma  menjadi  lebih  parah  berhubungan  dengan  badai  dan meningkatnya konsentrasi partikel alergenik. Partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan pengeluaran lendir yang berlebihan. Hal  ini  umum  terjadi  ketika  kelembaban  tinggi,  hujan,  badai  selama  musim dingin.  Udara  yang  kering  dan  dingin  menyebabkan  sesak  di  saluran pernafasan
d)     Binatang peliharaan
Binatang  peliharaan  yang  berbulu  seperti  anjing,  kucing,  hamster, burung dapat menjadi sumber alergen inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen  protein  yang  ditemukan  pada  bulu  binatang  di  bagian  muka  dan ekskresi.  Alergen  tersebut  memiliki  ukuran  yang  sangat  kecil  (sekitar  3-4 mikron)  dan  dapat  terbang  di  udara  sehingga  menyebabkan  serangan  asma, terutama dari burung dan hewan menyusui. Untuk menghindari alergen asma dari binatang peliharaan,
e)      Asap tembakau
Pembakaran  tembakau  mampu  menghasilkan  campuran  gas  yang komplek  dan  besar,  asap,  partikulat.  Lebih  dari  4500  senyawa  dan kontaminan  telah  diidentifikasi  dalam  asap  tembakau  diantaranya  adalah nikotin, palisiklis hidrokarbon, karbon dioksida, nitrit oksida, nitrogen oksida, dan akrolein. 

1)      Perokok Pasif 
Telah  diketahui  bahwa  perokok  pasif  akan  mengalami  penurunan fungsi  paru.  Fakta  epidemiologi  yang  menunjukkan  bahwa  paparan terhadap  lingkungan  asap  tembakau  (termasuk  perokok  pasif) meningkatkan risiko sistem pernafasan lebih rendah pada bayi, dan anak-anak.  Asap  rokok  tersebut  yang  merupakan  alergen  yang  kuat.  Asap tembakau  pada  tangan  kedua  telah  terbukti  sangat  memicu  timbulnya gejala  asma,  terutama  pada  anak.  Individu  lain  yang  menghirup  asap rokok  mendapatkan  racun  yang  lebih  banyak  dibandingkan  dengan dengan  pengguna  rokok,  dan  mengalami  iritasi  pada  mukosa  sistem pernafasan. Apabila seorang ibu hamil merokok dapat meyebabkan anak yang dikandungnya mengalami risiko sesak nafas dan asma. Berdasarkan studi prospektif  asma  dan  mengi,  terdapat  hubungan  antara  seorang  ibu yang  memiliki  kebiasaan  merokok  dengan  terjadinya  mengi  pada  anak berumur 0 hingga 3 tahun, tetapi tidak dengan asma dan alergi pada usia 6 tahun. Seorang ibu yang merokok selama hamil juga merupakan suatu faktor risiko untuk terjadinya mengi pada bayi. 
2)      Perokok Aktif
Perokok aktif meningkatkan risiko terjadinya asma terutama pada orang dewasa. Merokok menyebabkan menurunnya fungsi paru sehingga individu  perokok  tersebut  dapat  terserang  asma.  Penderita  asma  yang merokok memiliki potensi mengalami serangan asma
f)       Riwayat penyakit keluarga
Risiko  orang  tua  dengan  asma  mempunyai  anak  dengan  asma  adalah tiga kali lipat lebih tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah  satu  atopi.  Predisposisi  keluarga  untuk  mendapatkan  penyakit  asma yaitu  kalau  anak  dengan  satu  orangtua  yang  terkena  mempunyai  risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika kedua orang tua  asmatik.  Asma  tidak  selalu  ada  pada  kembar  monozigot,  labilitas bronkokontriksi  pada  olahraga  ada  pada  kembar  identik,  tetapi  tidak  pada kembar  dizigot.  Faktor  ibu  ternyata  lebih  kuat  menurunkan  asma  dibanding dengan  bapak.  Orang  tua  asma  kemungkinan  8-16  kali  menurunkan  asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila anak alergi terhadap tungau debu rumah. (R.I Ehlich, 1996)


g)      Perabot rumah tangga.
Bahan polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus,  bakteri,  jamur),  formadehyde, volatile  organic  coumpounds (VOC), combustion  products (CO1,  NO2,  SO2)  yang  biasanya  berasal  dari  asap rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC berasal dari semprotan serangga, cat,  pembersih,  kosmetik, Hairspray,  deodorant,  pewangi  ruangan,  segala sesuatu  yang  disemprotkan  dengan  aerosol  sebagai  propelan  dan  pengencer (solvent)  seperti  thinner.  Sumber  formaldehid  dalam  ruangan  adalah  bahan bangunan,  insulasi,  furnitur,  karpet.  Paparan  polutan  formaldehid  dapat mengakibatkan  terjadinya  iritasi  pada  mata  dan  saluran  pernapasan  bagian atas.  Partikel  debu,  khususnya  respilable  dust  disamping  menyebabkan ketidaknyamanan juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru.
2.8  Teori Keperawatan
Teori Lawrence Green (1980) Green  mencoba  menganalisis  perilaku  manusia  berangkat  dari  tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).
Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh :
1.      Faktor  predisposisi  (predisposing  factor),  yang  terwujud  dalam  pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2.      Faktor  pendukung  (enabling  factor),  yang  terwujud  dalam  lingkungan  fisik, tersedia  atau  tidak  tersedianya  fasilitas-fasilitas  atau  sarana-sarana  kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
3.      Faktor  pendorong  (reinforcing  factor)  yang  terwujud  dalam  sikap  dan  perilaku petugas  kesehatan  atau  petugas  lain,  yang  merupakan kelompok  referensi  dari perilaku masyarakat 

2.9  Intervensi Keperawatan 
1.      Beri penjelasan masalah kesehatan di dalam keluarga
2.      Diskusikan tentang pengetahuan fakta.
3.      Motivsi pada keluarga untuk memberi pengetahuan tentang asma.
4.      Beri penyuluhan kesehatan tentang pengertian, penyebab dan cara perawatan bila terjadi asmatikus.
5.      Menjelaskan  tindakan  yang  harus  dilakukan  bila  terjadi  serangan/status asmatikus.
6.      Menganjurkan  istirahat  cukup  dan  tidur  cukup  menurunkan  kelelahan  dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi. 
7.      Beritahu  efek  bahaya  merokok  dan  nasehat  untuk  berhenti  merokok  pada  klien atau orang terdekat
8.      Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas
9.      Beritahu tehnik penggunaan inhaler contoh : cara memegang, interval semprotan, cara membersihkan.
10.  Merencanakan pengobatan farmakologis atau non farmakologis.

2.10          Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1)      Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2)      Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma 
3)      Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
 Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1.      Pengobatan  non farmakologik:
*      Memberikan penyuluhan 
*      Menghindari faktor pencetus
*      Pemberian cairan
*      Fisiotherapy
*      Beri O2 bila perlu.

2.      Pengobatan farmakologik :
*    Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a.       Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin) Nama obat :
·         Orsiprenalin (Alupent)
·         Fenoterol (berotec)
·         Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

b.      Santin (teofilin) 
Nama obat :
·         Aminofilin (Amicam supp)
·         Aminofilin (Euphilin Retard)
·         Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
*      Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
*      Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.








2.11     Rounded Rectangle: Perilaku Penderita AsmaKerangka Teori
 
Rounded Rectangle: Faktor Resiko 

 
Rounded Rectangle: Debu Asap
Perubahan Cuaca
Binatang Piaraan
Asap Rokok
Perabotan Rumah Tangga
                                                                                                                                   




Rounded Rectangle: Tanda Dan Gejala
 

 
Rounded Rectangle: Serangan Asma
 


Rounded Rectangle: Kebutuhan Sehat 
                                                                                                                                                      
                                       
Rounded Rectangle: Terkontrol 

Rounded Rectangle: Pengobatan FarmakologisRounded Rectangle: Pengobatan Non FarmakologisRounded Rectangle: Menegemen Keperawatan 


Kerangka teori menurut teori Lawrence Green,2005,Hudak&Gallo 1996


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1                  Pengkajian
1.    Identitas pasien
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan
2.    Riwayat kesehatan yang lalu:

*      Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
*      Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
*      Kaji riwayat pekerjaan pasien.
3.    Aktivitas
*      Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
*      Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
*      Tidur dalam posisi duduk tinggi.
4.      Pernapasan
*      Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
*      Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
*      Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
*      Adanya bunyi napas mengi.
*      Adanya batuk berulang.
5.      Sirkulasi
*      Adanya peningkatan tekanan darah.
*      Adanya peningkatan frekuensi jantung.
*      Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
*      Kemerahan atau berkeringat.
6.      Integritas ego 
*      Ansietas
*      Ketakutan
*      Peka rangsangan
*      Gelisah
7.      Asupan nutrisi
*      Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
*      Penurunan berat badan karena anoreksia.
8.      Hubungan sosal
*      Keterbatasan mobilitas fisik.
*      Susah bicara atau bicara terbata-bata.
*      Adanya ketergantungan pada orang lain.
9.      Seksualitas
*      Penurunan libido
Diagnosa 1 : Tak efektif bersihan jalan nafas b/d bronkospasme.
Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
*      Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi

*      Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.

*      Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.

*      Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur

*      Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll

*      Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung memberikan air hangat.

Kolaborasi 
*      Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.

*      Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas advertisius.

*      Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut.

*      Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.

*      Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.

*      Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode akut.

*      Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.




Diagnosa 2: Malnutrisi b/d anoreksia
Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
INTERVENSI
RASIONALISASI
Mandiri
*      Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.

*      Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus  untuk sekali pakai.

 Kolaborasi
*      Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.

*      Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea.

*      Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat menyebabkan mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.

*      Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan masukan.



Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus)  
Hasil yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
INTERVENSI
RASIONALISASI
Mandiri
*      Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.

*      Palpasi fremitus

*      Awasi tanda vital dan irama jantung 

Kolaborasi
*      Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien.
*      Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan

dan sianosis sentral meng-indikasi kan beratnya hipoksemia.

*      Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan cairan/udara.

*      Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

*      Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.


Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Hasil yang diharapkan :
Ø  Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
Ø  Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
INTERVENSI
RASIONALISASI
Mandiri
*      Awasi suhu.

*      Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat


Kolaborasi
*      Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram,kultur/sensitifitas.

*      Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.

*      Malnutrisi dapat mem-pengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi

*      untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti microbial


Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
Hasil yang diharapkan :
Ø  menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
INTERVENSI
RASIONALISASI
*      Jelaskan tentang penyakit individu


*      Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.

*      Tunjukkan tehnik penggunaan  inhakler.
*      Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.

*      Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan.

*      Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifanya



BAB IV
PENUTUP
4.1       Kesimpulan
            Asma  bronkiale  adalah  suatu  penyakit  dengan  ciri  meningkatnya  respon trakea  dan  bronkus  terhadap  berbagai  rangsangan  dengan  manifestasi  adanya penyempitan  jalan  nafas  yang  luas  dan  derajatnya  dapat  berubah-ubah,  baik secara spontan  maupun sebagai hasil pengobatan.
o   Tingkatan Asma ada Tiga
1.      asma bronkial  intermitten 
2.      status  asmatikus, 
3.      dan  asma  emergency

Asma  Bronkial intermitten  adalah  asma  di  luar  serangan  tidak  menimbulkan  gejala,  pada pemeriksaan faal paru tanpa provokasi normal.
Status  asmatikus,  Serangan  asma  pada  tingkatan  ini  sangat  berat.  Asma  pada tingkatan  ini  tidak  dapat  diatasi  dengan  obat-obatan  konvensional. 
Tingkatan ketiga  adalah  asma  emergency.  Asma  pada  tingkatan  ini  dapat  menyebabkan kematian.
Ciri  khas  pada  asma  bronkial  adalah  terjadinya  penyempitan  bronkus,  yang disebabkan  oleh  spasme  atau  konstriksi  otot-otot  polos  bronkus,  pembengkakan atau  edema  mukosa  bronkus,  dan  hipersekresi  mukosa/  kelenjar  bronkus (Smeltzer,  2002;  Sundaru,  2001).  Saluran  nafas  yang  sering  terserang  adalah bronkus  dengan  ukuran  3-5  mm,  tetapi  distribusinya  meliputi  daerah  yang  luas.
4.2  Saran
penyebab  utama  terjadinya  asma  atau  hanya pencetus  terjadinya  serangan  asma  atau  pasti  dapat  membuat  gejala  asma berlangsung terus menerus. Oleh karena itu kita harus menjaga ksehatan kita supaya tidak terkena asma bronkhiale. Hal-hal yang harus di hindari supaya terhindar dari penyakit asma Bronkhiale adalah :
1.       Debu Rumah
Misalnya  debu  yang  berasal dari  karpet  dan  jok  kursi,  terutama  yang  berbulu  tebal  dan  lama  tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama

2.      Aktifitas Fisik
Asma  yang  timbul  karena  bergerak  badan  terjadi  bila  seseorang mengalami  gejala-gejala  asma  selama  atau  setelah  berolahraga  atau melakukan  gerak  badan.
3.      Perubahan Cuaca
Kondisi  cuaca  yang  berlawanan  seperti  temperatur  dingin,  tingginya kelembaban  dapat  menyebabkan  asma  lebih  parah
4.      Asap Tembakau
Contohnya : Perokok aktif atau Pasif tapi bagi perokok pasif lebih berbahaya dari pada yang aktif



















DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale ”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,
                        Jakarta : FK UI.
Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta :
                        AGC.
Crockett, A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer ”, Jakarta :
                        Hipocrates.
Crompton, G. (1980) “ Diagnosis and Management of Respiratory Disease”, Blacwell
                        Scientific Publication.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC. Hudak & Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik ”, Volume 1, Jakarta :
                        EGC.

1 komentar:

  1. Mango Habanero Sauce Recipe | KTM Hub
    Mango Habanero Sauce - Sweet & Spicy Sauce with Habanero Peppers, Onions, and 정읍 출장마사지 Honey Salsa Habanero 속초 출장샵 Sauce 동두천 출장마사지 - Sweet 여주 출장안마 & Spicy Sauce with Habanero Peppers, Onions, and

    BalasHapus

Konsep Bencana