BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asma bronkhial adalah
penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible dimana trakeobronkial
berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma bronchial adalah
suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan ( The American Thoracic Society ).
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial
dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu :
1.
Ekstrinsik (alergik)
Ditandai
dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya
suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan
terjadi serangan
asma ekstrinsik.
2.
Intrinsik (non alergik)
Ditandai
dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan
oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang
menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3.
Asma gabungan
Bentuk
asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan
non-alergik.
Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan
faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma
bronkhial.
A.
Faktor predisposisi
a) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat
alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alerg biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
B.
Faktor presipitasi
a) Alergen
Dimana
alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan,
yang masuk melalui saluran pernapasan
ex:
debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
2) Ingestan,
yang masuk melalui mulut
ex:
makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan,
yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex:
perhiasan, logam dan jam tangan
Ø Perubahan
cuaca
Cuaca lembab dan hawa
pegunungan yang dingin sering mempengaruhi
asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Ø Stress
Stress/ gangguan emosi
dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat
serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala
asma yang timbul harus segera diobati penderita asma
yang mengalami
stress/gangguanemosi
perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya.
Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Ø Lingkungan
kerja
Mempunyai
hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
Ø Olah
raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar
penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau
aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.
2.1 Tujuan
1.1.1
Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu menyusun asuhan keperawatan
klien dengan hipertensi.
1.1.2
Tujuan Khusus
1.
Mengetahui dan memahami Defenisi Asma bronkiale
2.
Mengetahui dan memahami Tingkatan Asma bronkiale
3.
Mengetahui dan memahami Klafisikasi Asma bronkiale
4.
Mengetahui dan memahami Patofisiologi Asma bronkiale
5.
Mengetahui dan memahami Patogenesis Asma bronkiale
6.
Mengetahui dan memahami Gambaran Klinis Asma bronkiale
7.
Mengetahui dan memahami Faktor Resiko Asma bronkiale
3.1 Rumusan Masalah
1.
Apa Defenisi Asma bronkiale ?
2.
Apa tinggkatan Asma bronkiale ?
3.
Apa Klasifikasi Asma bronkiale ?
4.
Apa Patofisiologi Asma bronkiale ?
5.
Apa Patogenesis Asma bronkiale ?
6.
Bagaimana GAmbaran Klinis Asma bronkiale ?
7.
Apa Faktor Resiko Asma bronkiale ?
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Definisi
Asma bronkiale
adalah suatu penyakit
dengan ciri meningkatnya
respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan
dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas
dan derajatnya dapat
berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman,
1990). Pengertian lain dari asma adalah
suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversible, bahwa trakea
dan bronki berespons
dalam secara hiperaktif
terhadap stimuli tertentu. Asma
dimanifestasikan dengan penyempitan
jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi
(Smeltzer & Bare, 2002).
Prinsip yang mendasari
asma menurut beberapa
definisi diatas bahwa
pada asma bronkial ini
terjadi penyempitan bronkus
yang bersifat reversible
yang terjadi oleh karena
bronkus yang hiperaktif
mengalami kontaminasi dengan antigen. Asma bronkial
juga bisa dikatakan suatu sindrom
yang ditandai dengan adanya
sesak nafas dan
wheezing yang disebabkan
oleh karena penyempitan menyeluruh dari saluran nafas
intra pulmonal
2.2 Tingkatan Asma
Membedakan tingkatan
asma dalam tiga
tingkatan, yaitu asma bronkial
intermitten, status asmatikus,
dan asma emergency.
Asma Bronkial intermitten adalah
asma di luar
serangan tidak menimbulkan
gejala, pada pemeriksaan faal
paru tanpa provokasi normal. Meskipun tidak begitu berat, asma intermitten ini
cukup mengganggu aktifitas
sehari-hari. Tingkatan kedua
adalah status asmatikus. Serangan
asma pada tingkatan
ini sangat berat.
Asma pada tingkatan ini
tidak dapat diatasi
dengan obat-obatan konvensional.
Tingkatan ketiga adalah asma
emergency. Asma pada
tingkatan ini dapat
menyebabkan kematian. Saluran jalan
nafas pada pasien
asmatikus emergency terlalu
sensitif, yang diperparah lagi
dengan adanya faktor
pencetus yang terus
menerus. Penilaian beratnya asma
diperlukan untuk memulai
pengobatan, karena derajat beratnya
asma akan menentukan
jenis dan dosis obat
yang akan dipakai.
Berdasarkan panduan, derajat
beratnya asma ditentukan
oleh frekuensi gejala asma,
frekuensi bangun malam
serta beratnya gangguan
fungsi paru. Beratnya gangguan fungsi paru dinilai
berdasarkan persentase (%) nilai prediksi APE (arus puncak ekspirasi), atau
nilai terbaik APE pasien tersebut (Sundaru, 2002).
2.3 Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Pada klasifikasi
ini, asma bronkial
dibedakan antara faktor–faktor
yang menginduksi inflamasi dan
menimbulkan penyempitan saluran
nafas dan hiperaktivitas (inducers)
dengan faktor yang
dapat mencetuskan konstriksi
akut pada penderita yang sensitif (inciters). Pada klasifikasi ini, asma
terbagi menjadi 2 macam, yaitu asma ekstrinsik dan asma intrinsik.
a)
Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik,
sebagian besar ditemukan
pada pasien anak.
Jenis asma ini disebabkan
oleh alergen. Gejala
awal dapat berupa hay
fever atau ekzema yang timbul
karena alergi (imunologi individu peka terhadap alergen) dan dalam
keadaan atopi. Alergen
yang menyebabkan asma
ini biasanya berupa protein
dalam bentuk serbuk
sari yang dihirup,
bulu halus binatang, kain pembalut,
atau yang lebih jarang
terhadap makanan seperti
susu atau coklat. Perlu diketahui
meskipun alergen tersebut dalam jumlah yang sedikit, tetap dapat
menyerang asma pada
anak. Namun demikian,
jenis asma ini dapat sembuh seiring dengan pertumbuhan
usia.
b)
Asma Intrinsik
Asma intrinsik
atau idiopatik, sering
tidak ditemukan faktor
pencetus yang jelas. Faktor
yang non spesifik
seperti flu biasa,
latihan fisik, atau emosi,
dapat memicu serangan
asma. Asma intrinsik
cenderung lebih lama berlangsung dibandingkan
dengan asma ekstrinsik.
Asma intrinsik ini
lebih sering timbul pada
individu yang usianya
di atas 40
tahun. Biasanya, penderita asma
ini juga terserang
polip hidung, sinusitis
berulang, dan obstruksi saluran
pernafasan berat yang
memberikan respons pada
aspirin yang telah dicampur
dalam berbagai macam
kombinasi. Serangan asma
ini berlangsung lama dan
disertai adanya mengi
tanpa faktor atopi.
Terjadinya serangan asma yang terus menerus dapat menyebabkan bronkitis kronik dan emfisema.
2.4 Patofisiologi
Ciri khas
pada asma bronkial
adalah terjadinya penyempitan
bronkus, yang disebabkan oleh
spasme atau konstriksi
otot-otot polos bronkus,
pembengkakan atau edema mukosa
bronkus, dan hipersekresi
mukosa/ kelenjar bronkus (Smeltzer, 2002;
Sundaru, 2001). Saluran
nafas yang sering
terserang adalah bronkus dengan
ukuran 3-5 mm,
tetapi distribusinya meliputi
daerah yang luas. Walaupun asma
pada prinsipnya adalah
suatu kelainan pada
jalan pernafasan, akan tetapi
dapat pula menyebabkan gangguan pada bagian fungsional paru (Rab, 1996). Smeltzer
(2002) menjelaskan lebih
lanjut bahwa otot-otot
bronkial dan kelenjar mukosa
membesar. Sputum yang
kental banyak dihasilkan
dan alveoli menjadi hiperinflasi
dengan udara terperangkap
dalam jaringan paru
(Smeltzer, 2002). Ketiga faktor
tersebut selanjutnya dapat
menimbulkan hipoksemia,
hiperkapnea, dan asidosis pernafasan pada tahap yang sangat lanjut.
2.5 Patogenesis
Konsep patogenesis
asma adalah inflamasi
kronis, berupa penyempitan dinding saluran pernafasan yang
menyebabkan aliran udara yang keluar semakin terbatas, selain
itu saluran nafas
yang semakin responsif
ketika menerima rangsangan dari
beberapa stimulan. Ciri khas inflamasi saluran pernafasan adalah
bertambahnya jumlah aktivitas
eosinofil, sel mast,
makrofag, limfosit T di
mukosa saluran pernafasan
dan lumen. Bersamaan
dengan terjadinya inflamasi kronis terjadi,
stimulan epitel brokial
memperbaiki radang sehingga
terjadi pergantian fungsi dan
struktural (biasanya disebut
remodeling). Hal ini berlangsung secara
terus menerus sehingga
timbul gambaran khas
asma dari respon inflamasi dan
remodeling saluran pernafasan Masuknya
agen lingkungan ke
dalam pejamu dapat
menimbulkan pengaruh yang merugikan
terhadap sel saluran
pernafasan. Saluran pernafasan
terdiri dari otot polos
dan sel-sel kelenjar
traktus respiratorius. Pengaruh
agen lingkungan yang kuat dapat
menyebabkan peningkatan kontraktilitas dengan bronkonspasme dan peningkatan
sekresi mukus yang merupakan ciri khas dari asma. Pada
mekanisme imun, masuknya
agen lingkungan ke
dalam tubuh diolah oleh
APC (Antigen Presenting
Cells = sel penyaji
antigen), untuk selanjutnya hasil olahan
agen lingkungan tersebut
dikomunikasikan kepada sel
Th (T penolong). Sel T penolong
memberikan paparan agent
lingkungan kepada
interleukin atau sitokin
agar sel–sel plasma membentuk
IgE, dan beberapa
agen melewati sel fagosit atau sel mediator terlebih dahulu. Sel fagosit
adalah elemen-elemen yang terlibat dalam proses penelanan dan memakan
partikel–partikel dari lingkungan eksterna; dapat dipandang sebagai penghalang
antara lingkungan dan sel sasaran, melindungi sel sasaran dari
injuri selanjutnya. Fagositosis dilakukan oleh makrofag,
neutrofil, dan eosinofil. Sel-sel ini, bersamaan dengan mekanisme efektor yang
dipicu dalam mobilitasnya.
Beberapa faktor kemotaktik
yang dibangkitkan dari sistem
komplemen atau berasal
dari limfosit yang
dapat menyebabkan
berkumpulnya sel-sel fagosit
di daerah inflamasi.
Pengaruh dari proses ini
adalah mobilisasi sel
fagosit yang digunakan
untuk perlindungan sel sasaran dari injuri. Namun terkadang sel
fagosit dapat menambah injuri jaringan dengan keluarnya
produk–produk intraseluler, seperti
terjadinya alterasi dalam kumpulan epitel, abnormalitas dalam
kontrol saraf autonomik pada irama saluran pernafasan, mukus
hipersekresi, perubahan fungsi
mokosiliary, dan otot
polos pada saluran pernafasan yang responsif. Agen lingkungan juga melakukan interaksi
dengan sel mediator. Sel mediator melakukan fungsinya dengan melepaskan zat-zat
kimia yang mempunyai aktivitas biologik,
misalnya menambah permeabilitas
dinding vaskuler, edema
saluran pernafasan,
infiltrasi sel-sel radang,
sekresi mukus dan
fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan
saluran pernafasan yang
hiperrespons. Sel-sel mediator, hampir sama
dengan sel sasaran
yang mewakili jenis
kelompok morfologi heterogen
seperti sel mast,
basofil, dan neutrofil
yang mampu mempengaruhi asma. Respon
interaksi agen lingkungan
terhadap sel-sel mediator,
terjadi pembentukan dan pelepasan beberapa zat yang dapat berpotensi
sebagai pencetus asma. Zat-zat tersebut
diantaranya histamin, serotinin, kinin,
prostaglandin, tromboksan, leukotrin C4, D4, dan E4 (yang merupakan
substansi reaktif lambat dari
anafilaksis), faktor kemotaktik
eosinofilik dari anafilaksis
(ECF-A), dan faktor pengaktif
trombosit. Terbentuknya zat
tersebut, dapat mempengaruhi respons imunologi
nonspesifik dan bekerja dengan sel
sasaran seperti alergi
dan asma ekstrinsik, atau
sel fagosit dengan
peningkatan kemotaksik.
Bronkokonstriksi timbul akibat adanya reaksi hipersensitivitas tipe I dan tipe
IV. Reaksi hipersensitivitas adalah reaksi imun
yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
2.6 Gambaran klinis
Gambaran klinis
asma adalah serangan
episodik batuk, mengi,
dan sesak napas. Pada awal
serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma
alergik mungkin disertai
pilek atau bersin.
Meskipun pada mulanya batuk
tanpa disertai secret,
tetapi pada perkembangan
selanjutnya pasien akan mengeluarkan secret
baik yang mukoid,
putih kadang-kadang purulen.
Ada sebagian kecil pasien
asma yang gejalanya
hanya batuk tanpa
disertai mengi, dikenal dengan
istilah cough varian asthma. Bila hal yang
terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan
pemeriksaan spirometri sebelum
dan sesudah bronkodilator atau
uji provokasi bronkus dengan metakolin. Pada
asma alergik, sering
berhubungan antara pemanjaan
alergen dengan gejala asma tidak
jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor
pencetus non-alergik seperti asap
rokok, asap yang
merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca. Asma alergik
berbeda dengan asma
akibat pekerjaan. Gejalanya
biasanya memburuk pada awal minggu dan membaik pada akhir minggu. Pada
pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan
membaik bila pasien dijauhkan
dari lingkungan kerjanya,
seperti sewaktu cuti
misalnya. Pemantauan dengan alat peak
flow meter atau
uji provokasi dengan
bahan tersangka yang ada
di lingkungan kerja
mungkin diperlukan untuk
menegakkan diagnosis (Sundaru,2001)
2.7 Faktor risiko asma bronkhial
Paparan alergen
merupakan faktor risiko
penyebab individu memiliki kepekaan atopi
terhadap alergen spesifik,
dapat membuat individu
mengalami asma berat, dan
gejala asma berlangsung
secara terus menerus.
Walaupun sebagian besar
pertanyaan belum dapat
dipecahkan apakah paparan
terhadap alergen benar–benar sebagai
penyebab utama terjadinya
asma atau hanya pencetus terjadinya
serangan asma atau
pasti dapat membuat
gejala asma berlangsung terus
menerus.
a)
Debu rumah
Asma bronkiale
disebabkan oleh masuknya
suatu alergen misalnya tungau debu
rumah yang masuk
ke dalam saluran
nafas seseorang sehingga merangsang terjadinya
reaksi hipersentitivitas tipe
I. Tungau debu
rumah ukurannya 0,1 - 0,3
mm dan lebar 0,2
mm, terdapat di
tempat-tempat atau
benda-benda yang banyak
mengandung debu. Misalnya
debu yang berasal dari
karpet dan jok
kursi, terutama yang
berbulu tebal dan
lama tidak dibersihkan, juga dari
tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian lama
b)
Aktifitas fisik
Asma yang
timbul karena bergerak
badan terjadi bila
seseorang mengalami
gejala-gejala asma selama
atau setelah berolahraga
atau melakukan gerak badan.
Pada saat penderita
dalam keadaan istirahat,
ia bernafas melalui hidung.
Sewaktu udara bergerak
melalui hidung, udara
itu dipanaskan dan menjadi
lembab. Saat melakukan
gerak badan, pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya
semakin cepat dan volume udara yang dihirup bertambah banyak.
Hal ini dapat
menyebabkan otot yang
peka di sekitar saluran pernafasan mengencang
sehingga saluran udara menjadi lebih sempit, yang menyebabkan
bernafas menjadi lebih
sulit sehingga terjadilah
gejala-gejala asma (Muzayin, 2004). Sebagian besar
penderita asma akan
mendapat serangan asma
jika melakukan olah raga
yang cukup berat.
Penyelidikan menunjukkan bahwa macam, lama, dan beratnya olah raga
menentukan timbulnya asma. Lari cepat paling
mudah menimbulkan asma,
kemudian bersepeda, sedangkan
renang dan jalan kaki
yang paling kecil resikonya
(Sundaru, 2002). Olah
raga juga dapat berlaku
sebagai suatu iritan
karena terjadi aliran
udara keluar masuk paru
dalam jumlah besar
dan cepat. Udara
ini belum mendapatkan pelembaban (humidifikasi), penghangatan,
atau pembersihan dari
partikel-partikel debu secara
adekuat sehingga dapat
mencetuskan serangan asma (Corwin, 2001).
c)
Perubahan cuaca
Kondisi cuaca
yang berlawanan seperti
temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat
menyebabkan asma lebih
parah. Epidemik yang
dapat membuat asma menjadi
lebih parah berhubungan
dengan badai dan meningkatnya konsentrasi partikel
alergenik. Partikel tersebut dapat menyapu pollen sehingga terbawa oleh air dan
udara. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu memperburuk asma sesak nafas dan
pengeluaran lendir yang berlebihan. Hal
ini umum terjadi
ketika kelembaban tinggi,
hujan, badai selama
musim dingin. Udara yang
kering dan dingin
menyebabkan sesak di saluran pernafasan
d)
Binatang peliharaan
Binatang peliharaan
yang berbulu seperti
anjing, kucing, hamster, burung dapat menjadi sumber alergen
inhalan. Sumber penyebab asma adalah alergen
protein yang ditemukan
pada bulu binatang
di bagian muka
dan ekskresi. Alergen tersebut
memiliki ukuran yang
sangat kecil (sekitar
3-4 mikron) dan dapat
terbang di udara
sehingga menyebabkan serangan
asma, terutama dari burung dan hewan menyusui. Untuk menghindari alergen
asma dari binatang peliharaan,
e)
Asap tembakau
Pembakaran tembakau
mampu menghasilkan campuran
gas yang komplek dan
besar, asap, partikulat.
Lebih dari 4500
senyawa dan kontaminan telah
diidentifikasi dalam asap
tembakau diantaranya adalah nikotin, palisiklis hidrokarbon,
karbon dioksida, nitrit oksida, nitrogen oksida, dan akrolein.
1)
Perokok Pasif
Telah diketahui
bahwa perokok pasif
akan mengalami penurunan fungsi paru.
Fakta epidemiologi yang
menunjukkan bahwa paparan terhadap lingkungan
asap tembakau (termasuk
perokok pasif) meningkatkan
risiko sistem pernafasan lebih rendah pada bayi, dan anak-anak. Asap
rokok tersebut yang
merupakan alergen yang
kuat. Asap tembakau pada
tangan kedua telah
terbukti sangat memicu
timbulnya gejala asma, terutama
pada anak. Individu
lain yang menghirup
asap rokok mendapatkan racun
yang lebih banyak
dibandingkan dengan dengan pengguna
rokok, dan mengalami
iritasi pada mukosa
sistem pernafasan. Apabila seorang ibu hamil merokok dapat meyebabkan
anak yang dikandungnya mengalami risiko sesak nafas dan asma. Berdasarkan studi
prospektif asma dan
mengi, terdapat hubungan
antara seorang ibu yang
memiliki kebiasaan merokok
dengan terjadinya mengi
pada anak berumur 0 hingga 3
tahun, tetapi tidak dengan asma dan alergi pada usia 6 tahun. Seorang ibu yang
merokok selama hamil juga merupakan suatu faktor risiko untuk terjadinya mengi
pada bayi.
2)
Perokok Aktif
Perokok
aktif meningkatkan risiko terjadinya asma terutama pada orang dewasa. Merokok
menyebabkan menurunnya fungsi paru sehingga individu perokok
tersebut dapat terserang
asma. Penderita asma
yang merokok memiliki potensi mengalami serangan asma
f)
Riwayat penyakit keluarga
Risiko orang
tua dengan asma
mempunyai anak dengan
asma adalah tiga kali lipat lebih
tinggi jika riwayat keluarga dengan asma disertai dengan salah satu
atopi. Predisposisi keluarga
untuk mendapatkan penyakit
asma yaitu kalau anak
dengan satu orangtua
yang terkena mempunyai
risiko menderita asma 25%, risiko bertambah menjadi sekitar 50% jika
kedua orang tua asmatik. Asma
tidak selalu ada
pada kembar monozigot,
labilitas bronkokontriksi pada olahraga
ada pada kembar
identik, tetapi tidak
pada kembar dizigot. Faktor
ibu ternyata lebih
kuat menurunkan asma
dibanding dengan bapak. Orang
tua asma kemungkinan
8-16 kali menurunkan
asma dibandingkan dengan orang tua yang tidak asma, terlebih lagi bila
anak alergi terhadap tungau debu rumah. (R.I Ehlich, 1996)
g)
Perabot rumah tangga.
Bahan
polutan indoor dalam ruangan meliputi bahan pencemar biologis (virus, bakteri,
jamur), formadehyde,
volatile organic coumpounds (VOC), combustion products (CO1, NO2,
SO2) yang biasanya
berasal dari asap rokok dan asap dapur. Sumber polutan VOC
berasal dari semprotan serangga, cat,
pembersih, kosmetik,
Hairspray, deodorant, pewangi
ruangan, segala sesuatu yang
disemprotkan dengan aerosol
sebagai propelan dan
pengencer (solvent) seperti thinner.
Sumber formaldehid dalam
ruangan adalah bahan bangunan, insulasi,
furnitur, karpet. Paparan
polutan formaldehid dapat mengakibatkan terjadinya
iritasi pada mata
dan saluran pernapasan
bagian atas. Partikel debu,
khususnya respilable dust
disamping menyebabkan
ketidaknyamanan juga dapat menyebabkan reaksi peradangan paru.
2.8 Teori Keperawatan
Teori
Lawrence Green (1980) Green mencoba menganalisis
perilaku manusia berangkat
dari tingkat kesehatan. Bahwa
kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku
(behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).
Faktor perilaku
ditentukan atau dibentuk oleh :
1.
Faktor
predisposisi (predisposing factor),
yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
2.
Faktor
pendukung (enabling factor),
yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan, misalnya
puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.
3.
Faktor
pendorong (reinforcing factor)
yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas lain,
yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat
2.9 Intervensi Keperawatan
1.
Beri penjelasan masalah kesehatan di
dalam keluarga
2.
Diskusikan tentang pengetahuan fakta.
3.
Motivsi pada keluarga untuk memberi
pengetahuan tentang asma.
4.
Beri penyuluhan kesehatan tentang
pengertian, penyebab dan cara perawatan bila terjadi asmatikus.
5.
Menjelaskan tindakan
yang harus dilakukan
bila terjadi serangan/status asmatikus.
6.
Menganjurkan istirahat
cukup dan tidur
cukup menurunkan kelelahan
dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi.
7.
Beritahu
efek bahaya merokok
dan nasehat untuk
berhenti merokok pada
klien atau orang terdekat
8.
Berikan informasi tentang pembatasan
aktivitas
9.
Beritahu tehnik penggunaan inhaler
contoh : cara memegang, interval semprotan, cara membersihkan.
10.
Merencanakan pengobatan farmakologis
atau non farmakologis.
2.10
Penatalaksanaan
Prinsip
umum pengobatan asma bronchial adalah :
1)
Menghilangkan obstruksi jalan nafas
dengan segara.
2)
Mengenal dan menghindari fakto-faktor
yang dapat mencetuskan serangan asma
3)
Memberikan penerangan kepada penderita
ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang
perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan penngobatan yang
diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnnya.
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2,
yaitu:
1.
Pengobatan non farmakologik:
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
2.
Pengobatan farmakologik :
Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran
nafas. Terbagi dalam 2 golongan :
a.
Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin
dan efedrin) Nama obat :
·
Orsiprenalin (Alupent)
·
Fenoterol (berotec)
·
Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan
simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan.
Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk
halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus
diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya
dihirup.
b.
Santin (teofilin)
Nama
obat :
·
Aminofilin (Amicam supp)
·
Aminofilin (Euphilin Retard)
·
Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama
dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga
bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian :
Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang
lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke
dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak
dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
Kromalin
Kromalin bukan
bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah
untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama
obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu
bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek
pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua
kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral.
2.11
Kerangka Teori
Kerangka teori menurut teori
Lawrence Green,2005,Hudak&Gallo 1996
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, status perkawinan
2.
Riwayat kesehatan yang
lalu:
Kaji riwayat pribadi atau
keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi
atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan
pasien.
3. Aktivitas
Ketidakmampuan melakukan
aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan
kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk
tinggi.
4.
Pernapasan
Dipsnea pada saat
istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika
pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu
pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
5.
Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan
darah.
Adanya peningkatan
frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran
mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau
berkeringat.
6.
Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
7.
Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan
karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan
karena anoreksia.
8.
Hubungan sosal
Keterbatasan mobilitas
fisik.
Susah bicara atau bicara
terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada
orang lain.
9. Seksualitas
Penurunan libido
Diagnosa 1 : Tak efektif bersihan
jalan nafas b/d bronkospasme.
Hasil
yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas,
ex: mengi
Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio
inspirasi / ekspirasi.
Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress
pernafasan, penggunaan obat bantu.
Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh :
meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur
Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh:
debu, asap dll
Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/
hari sesuai toleransi jantung memberikan air hangat.
|
Kolaborasi
Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas
advertisius.
Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan
dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi
akut.
Disfungsi pernafasan adalah variable yang
tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi
pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger
episode akut.
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret,
penggunaan cairan hangat dapat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan
cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
|
Diagnosa 2: Malnutrisi b/d
anoreksia
Hasil
yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
Mandiri
Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini.
Catat derajat kerusakan makanan.
Sering lakukan perawatan oral, buang sekret,
berikan wadah khusus untuk sekali
pakai.
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai
indikasi.
|
Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia
karena dipsnea.
Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan
dapat menyebabkan mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk
makan, meningkatkan masukan.
|
Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran
gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus)
Hasil
yang diharapkan ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
Mandiri
Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
Palpasi fremitus
Awasi tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi
hasil AGDA dan toleransi pasien.
Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan
|
dan sianosis
sentral meng-indikasi kan beratnya hipoksemia.
Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan
cairan/udara.
Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah
dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya
hipoksia.
|
Diognasa 4: Risiko tinggi terhadap
infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Hasil
yang diharapkan :
Ø Mengidentifikasikan
intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
Ø Perubahan
ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
Mandiri
Awasi suhu.
Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
Kolaborasi
Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau
pengisapan untuk pewarnaan gram,kultur/sensitifitas.
|
Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau
dehidrasi.
Malnutrisi dapat mem-pengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tahanan terhadap infeksi
untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan
kerentanan terhadap berbagai anti microbial
|
Diagnosa 5: Kurang pengetahuan b/d
kurang informasi ;salah mengerti.
Hasil
yang diharapkan :
Ø menyatakan
pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
INTERVENSI
|
RASIONALISASI
|
Jelaskan tentang penyakit individu
Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan
reaksi yang tidak diinginkan.
Tunjukkan tehnik penggunaan inhakler.
|
Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan
perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek
samping mengganggu dan merugikan.
Pemberian obat yang tepat meningkatkan
keefektifanya
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asma bronkiale
adalah suatu penyakit
dengan ciri meningkatnya
respon trakea dan bronkus
terhadap berbagai rangsangan
dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
nafas yang luas
dan derajatnya dapat
berubah-ubah, baik secara
spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
o
Tingkatan Asma ada Tiga
1. asma
bronkial intermitten
2. status asmatikus,
3. dan asma
emergency
Asma Bronkial intermitten adalah
asma di luar
serangan tidak menimbulkan
gejala, pada pemeriksaan faal
paru tanpa provokasi normal.
Status asmatikus, Serangan
asma pada tingkatan
ini sangat berat.
Asma pada tingkatan ini
tidak dapat diatasi
dengan obat-obatan konvensional.
Tingkatan ketiga adalah
asma emergency. Asma pada
tingkatan ini dapat
menyebabkan kematian.
Ciri khas
pada asma bronkial
adalah terjadinya penyempitan
bronkus, yang disebabkan oleh
spasme atau konstriksi
otot-otot polos bronkus,
pembengkakan atau edema mukosa
bronkus, dan hipersekresi
mukosa/ kelenjar bronkus (Smeltzer, 2002;
Sundaru, 2001). Saluran
nafas yang sering
terserang adalah bronkus dengan
ukuran 3-5 mm,
tetapi distribusinya meliputi
daerah yang luas.
4.2 Saran
penyebab utama
terjadinya asma atau
hanya pencetus terjadinya serangan
asma atau pasti
dapat membuat gejala
asma berlangsung terus menerus. Oleh karena itu kita harus menjaga
ksehatan kita supaya tidak terkena asma bronkhiale. Hal-hal yang harus di
hindari supaya terhindar dari penyakit asma Bronkhiale adalah :
1. Debu Rumah
Misalnya debu
yang berasal dari karpet
dan jok kursi,
terutama yang berbulu
tebal dan lama
tidak dibersihkan, juga dari tumpukan koran-koran, buku-buku, pakaian
lama
2. Aktifitas
Fisik
Asma yang timbul karena
bergerak badan terjadi
bila seseorang mengalami gejala-gejala
asma selama atau
setelah berolahraga atau melakukan gerak
badan.
3. Perubahan
Cuaca
Kondisi cuaca
yang berlawanan seperti
temperatur dingin, tingginya kelembaban dapat
menyebabkan asma lebih
parah
4. Asap
Tembakau
Contohnya : Perokok aktif atau Pasif
tapi bagi perokok pasif lebih berbahaya dari pada yang aktif
DAFTAR
PUSTAKA
Baratawidjaja,
K. (1990) “Asma Bronchiale ”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta : FK UI.
Brunner
& Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”, Jakarta :
AGC.
Crockett,
A. (1997) “Penanganan Asma dalam Penyakit Primer ”, Jakarta :
Hipocrates.
Crompton,
G. (1980) “ Diagnosis and Management of Respiratory Disease”, Blacwell
Scientific Publication.
Doenges,
M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana Asuhan
Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton
& Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC. Hudak &
Gallo (1997) “Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik ”, Volume 1, Jakarta :
EGC.
Mango Habanero Sauce Recipe | KTM Hub
BalasHapusMango Habanero Sauce - Sweet & Spicy Sauce with Habanero Peppers, Onions, and 정읍 출장마사지 Honey Salsa Habanero 속초 출장샵 Sauce 동두천 출장마사지 - Sweet 여주 출장안마 & Spicy Sauce with Habanero Peppers, Onions, and